<body> my scribbled notes

Friday, March 27, 2009

Hiding In The Dark Corner: Chapter 1

Ini adalah Maximum Ride/Twilight crossover. Mengambil setting selama Eclipse (Twilight) dan tiga tahun setelah Maximum Ride: Sekolah Selesai―Selamanya.

Tolong anggap saja bahwa buku-buku setelah Maximum Ride: Sekolah Selesai―Selamanya sama sekali tidak ada/tidak terjadi. Masalahnya saya belum baca :D (salahkan Gramedia yang tidak buru-buru menerbitkan buku-buku lanjutannya, dan salahkan saya yang malas mendownload PDF bahasa Inggrisnya *dikemplang*). Sekolah dan cabang-cabang Itex dan tempat penelitian lainnya sudah dihancurkan di akhir buku kedua (atau begitulah yang mereka kira). Max dan 'kawanan'nya menjelajahi dunia dan berpindah-pindah selama tiga tahun itu, dan tetap merahasiakan jati diri mereka. Tapi Max tahu bahwa Jeb adalah ayahnya, dan Dr. Martinez adalah ibunya, meskipun Max tidak tinggal dengannya. Karakterisasi ada yang berubahmenandakan kalau waktu benar-benar berjalantapi tidak terlalu banyak.

Untuk Eclipse, anggap saja bahwa Bella, Edward dan Alice di tahap Senior, tapi masih agak di awal tahun. Jadi tidak terlalu mepet ke Kelulusan. Juga akan ada sedikit perubahan fakta-fakta Eclipse, tetapi itu akan disebutkan seiring dengan perkembangan cerita. Alurnya tidak akan persis sama dengan Eclipse.

Saya berusaha untuk memberi deskripsi dengan baik, supaya yang tidak membaca Maximum Ride juga bisa mengikuti.

NOTE: Kalimat/kata-kata yang ditebalkan dan dimiringkan seperti ini adalah pikiran Angel. Sementara kalimat/kata-kata yang cuma dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti percakapan pikiran atau pikiran yang diarahkan langsung pada Angel.

Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson. Tapi kalau Meyer mau memberikan Jasper atau Edward, atau Patterson mau menyerahkan Fang untuk hadiah ulang tahun saya, boleh :D.


Chapter 1
TF: Decision

3rd Person POV

"Jadi, bagaimana rencana kita selanjutnya? Ke mana?"

Enam orang remaja dengan umur bervariasi bersantai di sebuah kamar yang besar dengan dua tempat tidur dan satu extra bed. Mereka berada di kamar hotel. Yang baru saja berbicara adalah seorang remaja laki-laki berambut pirang kemerahan dan bermata biru berkabut, Iggy. Ia merebahkan diri di salah satu tempat tidur dan 'memandang' kosong ke langit-langit.

"Disney World!" seru Gazzy―anak laki-laki berambut pirang yang lebih muda daripada Iggy, mungkin berusia sekitar sebelas tahun―bersemangat, menunjuk ke daerah Florida. Mereka sedang duduk mengelilingi peta, kecuali Iggy, yang tidak akan bisa melihat apapun di peta itu meskipun hidungnya menempel di permukaannya. "Bisakah kita ke Disney World, Max? Please?" kata Gazzy merengek. "Aku ingin mencoba Splash Mountain, dan ooh, Rumah Hantu! Lalu kita juga bisa naik―"

Kata-kata the Gasman, atau yang biasa dipanggil Gazzy, terputus karena mulutnya ditutup oleh seorang remaja perempuan berambut pirang-coklat. Maximum Ride, atau singkatnya Max. Ia terlihat sebagai yang memegang kekuasaan, dan juga yang paling tua di antara mereka, mungkin berumur sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun. "Kita sudah pernah ke Disney World, Gazzy. Lagipula apa kau tidak takut muntah di Splash Mountain? Itu yang terakhir kali terjadi, gara-gara kau terlalu banyak makan cemilan," ujar Max setengah menggoda, mengusap-usap rambut pirang ikal Gazzy.

"Uh... Max?" tanya anak perempuan yang paling muda, dengan rambut sepirang the Gasman, ragu-ragu.

"Ya, Sayang?" Max menolehkan kepalanya, menunjukkan kalau ia mendengarkan kata-kata Angel, anak perempuan paling muda itu.

"Umm, bagaimana kalau kita pergi ke sekolah lagi? Kau tahu, belajar dan sebagainya," Angel mencuri-curi pandang ke arah Max. Sekolah dengan huruf depan kecil, tidak kapital, tentu saja.

"Oh, please, Max!" Nudge memotong sebelum Max sempat menjawab. "Bisakah kita sekolah, Max? Kita bisa punya rumah lagi, lalu kita bisa punya banyak teman dan pergi ke pesta ulang tahun dan pergi belanja di mall! Keren sekali kan, kita bisa pakai rok sekali-sekali. Maksudku aku, kau dan Angel, Max. Fang, Iggy dan Gazzy tentu saja tidak memakai rok, mereka kan laki-laki. Tapi aku ingin sekali memakai rok. Kau tidak pernah memperbolehkan Angel dan aku memakai rok selama ini, karena itu tidak praktis untuk bepergian. Oh, lalu di mall mungkin kita bisa melihat―" Nudge terus berceloteh riang dengan cepat, agak melonjak-lonjak seperti anak kecil di tempat duduknya di salah satu extra bed. Padahal dilihat dari fisiknya, gadis blasteran Amerika-Afrika berkulit gelap ini terlihat berusia tak kurang dari enam belas tahun. Rambut coklat ikal panjang ber-highlight pirangnya bergoyang-goyang mengikuti lonjakannya.

Gazzy dan Angel melebarkan mata mereka, memperlihatkan tampang memelas yang bisa meluluhkan Hitler sekalipun―mungkin. Dahi Max berkerut sedikit diserang seperti itu. Ia lemah terhadap tatapan memelas anak-anak ini.

Max melempar pandang meminta pendapat ke arah Fang, anak laki-laki yang terakhir, berambut hitam kelam. Mata mereka bertemu, dan mereka saling tatap sejenak. Namun kemudian Fang hanya mengangkat bahu, seolah berkata, Kau bosnya, kau saja yang berpikir. Aku cuma pengikut. Max menggeram pelan dari sela-sela giginya, seakan menuduh, Dasar pengecut.

Fang adalah second-in-command dalam kelompok ini, karena itulah ia yang paling sering dimintai pendapat oleh Max. Namun kepribadiannya tidak berubah: tetap tidak banyak bicara, tetap hampir tanpa ekspresi, dan tetap menyebalkan. Meskipun selama tiga tahun ini sikapnya sudah sedikit lebih hangat. Hanya sedikit.

Max beralih melempar pandang pada Iggy, yang mana karena kebutaannya, dengan santai mengacuhkan pandangan memelas Max, membuat gadis itu menghela napas. "Iggy?" tanyanya.

"Hm? Uh... Terserah kau, Max," katanya cuek, tetap memandang langit-langit seperti tidak mempedulikan hal lain, meskipun sebenarnya ia mendengarkan percakapan mereka dari awal. Iggy dulu sering bersikap sarkastik, dan selalu berkomplot dengan the Gasman untuk menjahili anggota kawanan yang lain. Namun sejak ia menemukan orangtuanya, dan ternyata orangtuanya berniat tidak baik padanya sehingga ia harus kabur, Iggy menjadi agak pendiam dan kalem. Namun sikap sarkastiknya masih tetap ada, dan muncul bergantian dengan sikap kalemnya.

Max menepuk dahinya, kemudian memalingkan wajah dari Iggy, Langkah yang salah, karena begitu ia berpaling ia diserang kembali oleh wajah memelas Angel, Gazzy, dan Nudge yang sudah bergabung dengan komplotan mereka.

"Uh, baiklah, baiklah!" kata Max menyerah sambil melempar tangannya ke udara. Ketiga anak termuda berseri-seri, dan tangan mereka berhigh-five di udara. Sementara dua orang remaja laki-laki lainnya hanya tersenyum dikulum, melihat―atau mendengar, dalam kasus Iggy―'bos' mereka dikalahkan dengan begitu mudah. Max berdehem, dan semua orang memfokuskan perhatian mereka kepadanya.

"Namamu..." Max menunjuk Gazzy.

"Zephyr," jawabnya sambil tersenyum lebar, membuatnya tampak seperti bocah malaikat. Yeah, bocah malaikat yang suka membuat bom.

"Aku Ariel," kata Angel, tangannya membelai-belai Celeste, boneka beruangnya. Boneka itu masih ada meskipun sudah tiga tahun berlalu.

"Krystal!" Nudge berseru, melonjak-lonjak lagi di tempat tidurnya.

Hening. Dan mungkin karena keheningan itu, si anak laki-laki buta menyadari bahwa gilirannyalah untuk menyebut nama. "Kupikir aku akan memakai nama Jeff," katanya sambil mengangkat bahu, tapi tetap tersenyum.

"Nick," ujar Fang singkat, masih tetap pada kebiasaan berbicara-kurang-dari-lima-kata-nya. "Fnick," ujar Gazzy sambil tertawa mengejek. Hal itu berganjar jitakan dari Fang. Yang lain tertawa terbahak melihat pemaparan adegan penuh 'kasih sayang' itu.

"Max," kata Max akhirnya, setelah berhasil mengendalikan tawanya. "Max Martinez."

Lima pasang mata memandang ke arahnya. Enam, kalau kau menghitung anjing hitam mereka, Total, yang sedang merebahkan diri di lantai, juga ikut memandang Max.

"Apa?" tanya Max dengan ekspresi lugu. "Kalau semuanya bernama belakang Ride bisa mengundang kecurigaan. Lagipula toh kita akan berpura-pura menjadi anak angkat lagi, jadi tidak masalah meskipun kita tinggal serumah tapi nama belakang kita berbeda. Katakan saja aku tidak mau melepaskan nama belakangku." Ia sama sekali tidak merinci kecurigaan yang dimaksudnya.

Fang memandangnya curiga, masih tidak teryakinkan. Tapi Angel dengan polos menambahkan, "Kalau begitu aku dan Gazzy bisa jadi adik Max, kami cukup mirip."

"Oh, kalau begitu Fang, Iggy dan aku bisa bisa memakai nama Ride, ya kan Max?" Nudge memulai ronde baru celotehannya. "Apa nama orangtua yang 'mengadopsi' kita Ride juga? Krystal Ride, wow, itu keren sekali. Jeff dan Nick Ride juga keren, tenang saja, tapi Krystal Ride kedengarannya lebih keren! Kau sependapat tidak, Iggy? Kenapa kau pakai nama Jeff? Padahal menurutku―"

Max mengabaikan celotehan Nudge dan segera memikirkan apa saja yang harus disiapkan untuk rencana baru mereka ini.

"Nudge, siapkan dokumen-dokumen yang kita perlukan," ujar Max dengan suara penuh kewenangan. Nudge segera menutup mulutnya dan melompat dari tempat tidur, berjalan ke laptop yang terletak di meja di sudut ruangan. Meskipun usianya tak lebih dari enam belas tahun, namun ia bisa meng-hack komputer jenis apa saja. Segera saja jari-jarinya sudah menari cepat di atas keyboard laptop tersebut.

"Iggy, uh, Bisakah menyiapkan makanan untuk besok? Karena besok kita akan berangkat pagi-pagi sekali." Iggy segera bangun dan berjalan santai ke arah dapur. Meskipun dia buta tapi ia bisa berjalan tanpa tongkat, hanya mengandalkan pendengaran dan indera-inderanya untuk mendeteksi letak benda-benda. Memorinya juga luar biasa kuat, bisa memetakan sebuah tempat dalam waktu singkat. Dan percaya atau tidak, di antara mereka berenam―bertujuh kalau Total dihitung―Iggylah yang paling pintar memasak. Di lain pihak, Max, meskipun ia perempuan, bisa menghanguskan roti panggang yang dibuatnya.

"Sayang, bisakah kau dan Gazzy mengepak barang dan, uh... beres-beres?" tanya Max lembut pada Angel. Angel selalu mempunyai tempat khusus di hati Max, karena Max membesarkan Angel sejak ia masih kecil, mungkin sejak Angel berumur dua tahun. Angel adalah gadis kecilnya, bisa dibilang begitu.

Angel tersenyum manis dan menjawab, "Tentu, Max," lalu menarik kakaknya―hanya Gazzy dan Angel yang benar-benar memiliki hubungan darah di antara keenam remaja ini.

"Fang," Max mendesis. "Tampakkan lagi dirimu, jangan harap kau bisa kabur dari tugasmu. Kau harus membantuku mencari rumah dan perabotan dan barang-barang lain yang kita perlukan nanti. Ayo buka laptopmu!" Fang memunculkan dirinya dari udara kosong, sudut-sudut mulutnya naik beberapa milimeter, tapi senyum mikroskopis itu bisa dibilang ekspresif untuk seorang Fang. Yang pernah melihat ia tersenyum penuh hanya Max. Oh yeah, dia bisa menjadi tak terlihat kalau ia mau.

Fang berjalan tanpa suara ke arah ranselnya, mengeluarkan laptopnya dan menghidupkannya di atas meja. Max hanya mendelik ke arah punggungnya, sudah tahu bahwa kata-kata apapun tidak akan mempan, dan dia juga memang tidak tahu mau bicara apa padanya.

Tapi meskipun dia tukang pamer, kau menyukainya, suara polos dan manis menyentuh benak Max.

Angel, apa yang kukatakan soal membaca pikiran? Max mendesis secara mental. Ya, Angel bisa membaca pikiran, dan bicara dalam pikiran orang-orang.

Maaf, Max, ujar Angel, tapi tidak ada nada penyesalan dalam suaranya.

Max mendesah, dan menjawab letih, Tidak apa-apa, Sayang. Lalu ia melangkah ke arah Fang dan mulai ikut melihat-lihat foto-foto rumah secara online.

Dan kau tetap bisa mendapatkan nama Ride-mu kembali, Max, kalau kau menikah dengan Fang.

Max hampir tersedak―meskipun ia tidak sedang makan atau minum apapun―dan segera melirik Angel diam-diam. Tapi anak itu tetap memasang wajah malaikatnya sambil melipat pakaiannya dengan rapi di tempat tidur.

Baiklah, Angel, kau tidak perlu beres-beres, kurasa Gazzy bisa menanganinya sendirian. Toh barang kita tidak banyak.

Terima kasih, Max, suara manis Angel berdenting di benak Max, lalu gadis kecil itu duduk manis di tepi tempat tidur, hanya memandangi kakaknya bekerja. Gasman memandang penasaran adiknya yang berhenti bekerja, tapi beberapa detik kemudian melanjutkan tugasnya, tak diragukan lagi sudah mendapat penjelasan dari Angel, lewat percakapan mental tentu saja. Max menahan diri untuk menaikkan satu alisnya mempertanyakan alasan apa yang diberikan Angel pada Gazzy.

"Kita akan sekolah di mana?" terdengar suara pelan Fang. Lima kata. Fang memang bicara sedikit lebih banyak dengan Max dan empat anak lainnya. Dan hanya bicara jauh lebih banyak dengan Max. Mungkin itu karena Max-lah yang paling lama dikenalnya dalam hidupnya. Max menolehkan kepalanya dari Angel, dan menatap Fang selama dua detik, kebingungan.

Semua orang berhenti bekerja, bahkan Iggy yang bekerja di dapur dan Nudge yang bekerja di seberang ruangan. Mereka semua memiliki pendengaran setajam elang. Ya, mereka akan sekolah di mana? Mereka tidak memikirkan hal itu. Max yang tersadar langsung bertanya, "Apa ada yang punya usul?"

Hening. Semua tidak punya ide mengenai hal itu. Max mendesah, lalu menghampiri peta sekali lagi, bersama dengan yang lainnya. Ia memutar-mutar petanya dengan satu tangan, menutup mata, dan tangan lainnya mengepal, hanya menyisakan telunjuk yang menunjuk sembarang ke satu titik. Max membuka matanya perlahan, lalu mencondongkan tubuhnya lebih rendah untuk membaca tulisan nama tempat di peta. Yang lain juga melakukan hal yang sama.

Forks, Washington.

-

"Baiklah, semua, tidur! Besok kita berangkat pagi-pagi sekali!" suara Max terdengar normal, namun semua orang langsung berkumpul dan naik ke tempat tidurnya masing-masing. Max membantu Angel naik ke tempat tidurnya dan merapikan selimutnya. Meskipun sudah sembilan tahun, Angel tetap meminta Max melakukan hal itu. Begitu juga Gazzy dan Nudge. Mereka tidak keberatan, mereka berenam hanya memiliki satu sama lain, tanpa keluarga yang lain. Dan hal itu karena mereka adalah anak-anak yang spesial, dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Tapi kini mereka sudah tidak resah, karena mereka selalu bersama dan saling memiliki.

"Angel, hati-hati, sayapmu terlipat," Max meluruskan sayap Angel dan menyisipkannya ke bawah selimut. Ah ya, mereka punya sayap. Mereka semua.

Max mengecup dahi mereka satu persatu―well, dahi Angel, Gazzy dan Nudge―sebelum naik ke tempat tidurnya sendiri. Fang dan Iggy sudah tidur dan menyelimuti diri mereka sendiri. Sudah lama mereka tidak melakukan kegiatan berjaga bergiliran. Bahaya sudah lewat sejak tiga tahun lalu. Tapi selalu ada bagian diri mereka yang siaga, berjaga-jaga jika ada yang akan menyerang. Bahkan di saat mereka tidur.

"Hei, apakah aku tidak dapat selimut dan ciuman?" terdengar suara dari kursi nyaman di sudut ruangan. Yep, kau mendengarnya dengan benar. Total bisa bicara. Oh, dan punya sayap putih kecil juga. Bukankah sudah dijelaskan kalau mereka semua punya sayap?

Dalam waktu lima menit tidak terdengar lagi percakapan di ruangan itu, hanya desah napas dan dengkuran saja yang mengisi keheningan malam.

Labels:

lily at

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home