<body> my scribbled notes

Friday, March 27, 2009

Hiding In The Dark Corner: Chapter 10

NOTE: Kalimat/kata-kata yang dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.

Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.


Chapter 10
Camping Trip

Alice POV

Hari ini matahari bersinar cerah! Tentu saja aku tidak terkejut, karena hal ini sesuai dengan prediksiku kemarin siang di kafetaria. Dan prediksiku tentunya sangat dapat diandalkan, bahkan lebih dari apa yang dikatakan para peramal cuaca di televisi. Karena aku melihatnya di masa depan. Aku bisa melihat masa depan, meskipun hal itu bergantung pada keputusan yang diambil orang-orang yang bersangkutan yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa. Cuaca, di lain pihak, tidak terpengaruhi oleh keputusan orang-orang, jadi bisa dibilang, ramalan cuacaku 99,99 persen pasti benar.

Manusia biasa, terutama para penduduk Forks yang sehari-harinya berhadapan dengan hujan sepanjang hari dan mendung menggantung di langit pastilah akan senang dengan kemunculan matahari. Kalau saja aku dan keluargaku manusia biasa, kami akan ikut senang. Sayangnya kami bukan, kami adalah makhluk-makhluk mitos dalam bukumu, meskipun kebanyakan faktanya hanyalah dibuat-buat demi kenyamanan batin manusia. Kami adalah vampir. Dan salah satu fakta tentang vampir adalah kami tidak bisa terpapar sinar matahari. Bukan karena kami akan melebur jadi abu seperti menurut mitos kebanyakan, tapi karena kami akan berkilau seperti dilumuri ribuan berlian kecil saat terpapar sinar matahari.

Intinya, hari ini kami tidak bisa pergi keluar dan berkeliaran ke tempat-tempat umum manusia. Jadi aku harus membatalkan perjalanan belanjaku dengan Bella! Sayang sekali, padahal di toko pakaian di sebelah Victoria Secret itu akan datang stok baru sabtu ini. Terakhir aku berbelanja adalah dua minggu lalu, itupun bersama Jasper. Perjalanan ini diganti dengan perburuan bersama keluarga, yang mana mungkin hal yang baik juga. Kami sudah lama tidak melakukan perburuan berkelompok begini, dan aku memang sudah agak lama tidak berburu, mataku sudah hampir hitam kelam. Tapi tidak ada yang tidak tertahankan, aku sudah terbiasa, dan aku tidak terlalu tergoda dengan bau darah. Bahkan darah Bella yang lebih manis daripada darah manusia lainpun―bagi Edward memang jauh lebih manis, karena Bella adalah penyanyinya. Namun bagi kami vampir-vampir lainpun darahnya tercium lebih harum dibanding darah lain―tidak menggodaku untuk merobek tenggorokannya dan menancapkan geligiku ke nadi di lehernya agar bisa meminum cairan merah terlarang itu.

Kami harus berangkat dalam―empat menit lima puluh tiga detik lagi, kalau kami ingin sampai tepat pukul sepuluh malam di daerah perburuan kami.

"Edwaaard! Cepat turun!" teriakanku menggema di seluruh mansion yang merupakan surga kami ini. Ia tetap akan mendengarnya meskipun aku bicara dengan suara normal, tapi aku tetap berteriak, hanya untuk lebih menjengkelkannya saja. Tiga jam terakhir ia bertingkah kekanak-kanakan, mondar-mandir di lantai kamarnya, gesekan kakinya―itu disengaja, karena vampir bisa bergerak dan melangkah tanpa menimbulkan suara―dengan lantai sangat menyebalkan dan mengganggu telinga kami. Ia sudah jengkel karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama Bella. Sebab lain ia jengkel adalah karena Bella akan berada di La Push, bersama serigala-serigala budukan itu. Huh, memangnya cuma dia saja yang jengkel, dan boleh bertingkah seperti bocah berumur sepuluh tahun yang tidak diberi permen? Aku juga jengkel, acara belanjaku bersama Bella dibatalkan!

"Edward, dua menit lagi!" teriakku lagi, kali ini dari kursi penumpang Volvo perak Edward, dengan Jasper yang membelai lembut lenganku duduk di sampingku. Aku menoleh, dan mata kami bertatapan, selama beberapa saat aku tak sanggup mengalihkan pandanganku lagi dari sorot topaznya.

***

Nudge POV

"Maaax, aku bosan," keluhku di sabtu pagi. Well, tidak terlalu pagi juga sih, sudah jam sepuluh. Tiga tahun yang lalu, keluhan pertamaku di pagi hari―dan keluhanku setiap tiga jam sepanjang hari―adalah "Maaax, aku lapar." Tapi aku sudah berubah sekarang, meskipun masih peduli dengan makanan dan es krim, aku peduli pada hal lain juga, terutama berbelanja di mall. Dan salah satu caraku memintanya adalah dengan cara ini, mengatakan kalau aku bosan. Tidak sepenuhnya bohong sih, aku memang bosan karena tidak ada yang bisa kukerjakan lagi, pe-erku sudah selesai semua.

Max bukanlah penggemar fashion, walaupun sebenarnya ia cantik sekali dan aku akan senang sekali kalau aku diperbolehkan mendandaninya dan membelikan pakaian-pakaian bagus dan trendi untuknya untuk dipakai dan dipadu padankan setiap hari. Tapi Max jarang memperbolehkannya, dia tidak suka berbelanja di mall atau dimanapun itu. Max biasanya berusaha untuk menghindar dan menggantinya dengan beres-beres rumah atau barbeque atau berenang di kolam renang di atap rumah kami, atau bisa kau bilang lantai tiga. Yeah, rumah ini ternyata ada kolam renangnya. Aku baru tahu setelah pada minggu pertama kami tinggal di Forks aku tak sengaja menemukan pintu di ujung koridor yang terkunci, yang ternyata menuju ke tangga ke lantai atas ini. Kami tidak melihatnya waktu terbang pertama kali ke sini karena ia tersembunyi oleh atap dengan baik, dan waktu itu kami memang tidak cukup memperhatikan sih.

"Err, bagaimana kalau kita membersihkan rumah dan mendekorasi saja?" tanyanya saat menoleh dari berita pembunuhan di televisi.

"Tidak, kita sudah melakukan itu minggu lalu, dan tiga minggu lalu, dan enam minggu lalu," kataku. Aku tidak mau bersih-bersih, atau barbeque, atau berenang. Aku bisa berenang kapan saja, pada malam sekolah juga bisa. "Ayolah, Max, bagaimana kalau kita ke mall di Port Angeles atau Seattle? Katanya sebentar lagi ada pesta dansa musim semi atau semacam itu, cewek yang mengajak cowok, kita bisa membeli gaun-gaun bagus dan sepatu untuk pergi ke sana―"

"Tidak, Sayang, maaf. Kau sudah belanja dua minggu yang lalu," kata Max dengan suara tegas.

"Lalu?" tanyaku polos. Memang benar, memangnya kenapa kalau aku sudah belanja dua minggu lalu? Dalam dua minggu, fashion berubah, stok-stok pakaian di toko bertambah lagi, mungkin Prada sudah mengeluarkan tas model terbaru. Uhh, kadang aku berharap ada yang bisa diajak berbelanja, dan punya selera fashion yang bagus sepertiku. Well, sebenarnya aku menemukannya, sepertinya. Tapi Max bilang aku tidak boleh mengganggunya, karena ia bukan manusia biasa dan mungkin berbahaya, dan kita sudah sepakat untuk tidak mengganggu mereka dan tidak mengekspos diri kita. Sayang sekali, padahal aku sudah menemukan orang yang mungkin bisa kuajak berbelanja bersama, tepat saat aku bertebrakan dengan Alice Cullen, dua minggu yang lalu.

.

.

"Ouch, maaf," seruku sambil mengaduh. Aku terduduk di lantai di salah satu koridor, tanganku memegangi kepalaku. Aku berjalan sambil melamun lagi dan memikirkan mall yang mana yang akan kukunjungi besok, sehingga aku tidak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang. Tapi aku juga tidak terlalu yakin apakah aku menabrak seseorang, karena rasanya seperti menabrak tembok batu atau pagar besi―

"Tidak apa-apa," ujar suara selembut sutra yang feminin dengan sedikit nada waspada dalam suaranya. Aku mendongakkan kepalaku, dan menemukan figur sepucat kapur yang cantik sekali sedang mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri. Di matanya aku bisa melihat dia ragu-ragu, tapi tetap memplesterkan senyuman manis saat menolongku. Aku cuma bisa menerima uluran tangannya, dan bangkit. Tangannya terasa dingin, dan saat menyentuh inilah, aku memang tidak merasakan denyut nadi, ataupun mendengar detak jantung. Mungkin Iggy benar, mereka ini zombie. Tapi bukankah zombie seharusnya berwajah kusam dan berpakaian compang camping? Mungkin dengan sedikit guratan-guratan luka, atau mata yang menjulur keluar―

―itu memang terlalu menarik perhatian, yeah―

―menurutku mereka lebih mirip Count Dracula, kalau begitu. Mereka pucat sekali, soalnya. Meskipun saat Alice Cullen tadi bicara aku tidak bisa melihat taring ada dalam mulutnya. Dan mereka sepertinya tidak mempunyai masalah untuk keluar di siang hari. Iggy bilang mereka tidak punya detak jantung. Count Dracula punya detak jantung tidak ya? Ah, sepulang sekolah aku akan menontonnya di rumah. Kalau tidak salah Jennifer bilang di Port Angeles ada tempat rental CD yang bagus

"Err, itu katalog Victoria Secret?" tanyanya terdengar penasaran, memandangiku seksama dengan seakan-akan sedang mengamati dan meronsenku, tapi tanpa sinar X dan alat-alat kedokteran itu.

"Oh, ya," kataku antusias, "Aku akan pergi berbelanja ke Seattle besok, dan Mum memberiku kartu kreditnya agar aku bisa berbelanja keperluanku dan yang lainnya juga."

"Itu... menyenangkan sekali," katanya masih ragu-ragu, tapi ia terlihat masih memandangi katalog di tanganku dan scarf yang kukenakan. Apa, aku tidak salah memadu-madankan setelanku kan? Tentu saja tidak mungkin. Kalaupun ya, mungkin ia yang salah memasangkan pakaiannya. Jadi aku mencoba memperhatikan pakaiannya.

Alice Cullen, dengan rambut hitam pendek yang diatur acak namun stylishnya memakai jeans biru yang agak pudar―tapi bukan karena sering dicuci, melainkan karena memang modelnya begitu―dan berbordir di kiri pinggangnya. Ia mengenakan kaus V neck berwarna baby blue yang tidak terlihat sepenuhnya, tertutup jaket biru tua―

"Darimana kau mendapatkan jaket itu? Oh, aku harus membelinya! Itu kan baru keluar dua hari yang lalu!" pekikku menunjuk jaket yang dikenakannya. Alice tersenyum lebar, lalu berbicara dengan nada sama antusiasnya denganku. "Di Seattle, di pusat kota, ada salah satu cabang Victoria Secret yang bisa kaukunjungi. Sepertinya di sana masih ada―"

"Alice." Sebuah suara datang dari belakang Alice, si cowok berambut warna tembaga, yang lumayan tampan, tapi aku tidak tahu dia jenis tampan yang bagaimana, dan kalaupun ternyata tampannya adalah tampan dan lucu dan punya selera humor yang bagus dan semua kriteria yang kuinginkan, katanya dia sudah ada yang punya, jadi aku tidak punya kesempatan untuk mendapatkannya dan sebaiknya aku tidak terlalu dekat dan mengharapkannya saja.

"Edward," jawab Alice. Ada apa dengan saling panggil nama ini? Apakah Edward sedang membaca pikirannya dan berkomunikasi dengannya? Apa mereka mengobrol dengan suara sangat rendah? Tapi aku pasti bisa mendengarnya, telingaku lumayan tajam juga, meskipun tidak setajam Iggy. Lagipula mulut mereka tidak bergerak, jadi kemungkinan Alice bicara dalam pikirannya dan Edward membaca pikirannya. Aku tidak tahu apakah Alice juga bisa membaca pikiran orang lain. Yang jelas aku aman, aku sudah menaikkan perisai pikiranku.

"Huh?" kataku berekspresi bingung. Aku akan membiarkan mereka lengah saja dan berpikir kalau aku tidak terlalu tahu banyak soal mereka.

Alice tersenyum pasrah dan minta maaf padaku. Aku cuma mengangkat bahu dan tersenyum simpul, lalu berucap, "bye-bye," sambil berbalik dan berjalan―sebenarnya lebih melompat-lompat dan berputar-putar di koridor―menuju kafetaria tempat Max, Fang dan Iggy menunggu.

.

.

Sayang sekali setelah itu aku tidak bicara lagi dengan Alice Cullen, tapi aku ingin pergi berbelanja lagi, atau melakukan sesuatu yang baru selain beres-beres rumah, berenang, atau barbeque.

"Lalu, itu artinya kau tidak bisa pergi belanja lagi sampai paling tidak―dua minggu lagi," jawab Max kalem. Yang lainnya tidak ada yang bicara, mereka hanya duduk-duduk di sofa dan menonton teve, atau menyendokkan es krim ke mulutnya saat duduk di kursi makan. Kenapa tidak ada yang membantuku? Memangnya mereka mau beres-beres rumah lagi?!

"Bagaimana kalau kita berkemah saja?" tanya Fang tiba-tiba.

Eww, berkemah. Memangnya tidak cukup apa tiga tahun lalu kita berlarian dari hutan ke hutan, ke terowongan bawah tanah New York, di taman kota, di atas pohon, sarang burung elang.... Yah, meskipun sekarang kita berkemah dengan membawa peralatan lengkap dan makanan yang cukup banyak, jadi akan jauh lebih nyaman daripada tiga tahun lalu.... Uhh, sebenarnya itu bukan ideku untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, tapi daripada beres-beres... bolehlah.

"Hmm," Max menggumam sambil mengerutkan dahinya, sedang mempertimbangkan usulan Fang. Tentu saja, ia akan selalu mempertimbangkan apapun kata Fang. Dia tangan kanannya. Belum lagi, sebenarnya Max punya perasaan terpendam padanya...

"Darimana kau mendapatkan ide itu, Fang?" tanyaku dengan tampang polos. Aku tidak berusaha membujuk atau menipu siapapun sekarang ini, aku tidak punya alasan untuk melakukan itu. Aku bertanya murni karena ingin tahu. Kau percaya kan? Masa kau tidak percaya padaku, Nudge yang memiliki wajah yang polos dan masih murni ini―

"Keluarga Cullen katanya sering berkemah kalau cuaca sedang cerah," katanya mengangkat bahu. Hanya segitu saja? Apakah tidak ada penjelasan tambahan? Uhh, Fang, bagaimana caranya supaya kau bisa bicara sedikit lebih banyak, seperti aku misalnya... Akan sangat menyenangkan untuk mendapatkan detail-detail atau penjelasan lebih untuk setiap hal tanpa kau harus menanyakannya secara spesifik pada orang lain. Tapi orang-orang memang terkadang tidak mengerti, mereka hanya akan menganggapmu bawel―

"Apa mereka benar-benar berkemah?" tanya Gazzy mengalihkan perhatiannya dari tayangan The Simpson yang baru saja mulai. Sisi-sisi mulutnya penuh bekas es krim cokelat.

Jawaban Fang hanya berupa angkatan bahu, pertanda kalau ia tidak tahu apa-apa.

"Mungkin sebenarnya mereka bohong? Mungkin mereka bersembunyi di rumahnya karena ada sinar matahari?" tanya Angel menggaruk-garuk dagunya. Seperti kalau kau menonton film detektif atau mata-mata. Uhh, apa ya judulnya, James Bond? Apakah di film itu ia pernah menggaruk dagunya? Atau aku melihatnya di sebuah buku ya, komik? Kalau di komik detektif aku yakin memang pernah melihatnya.

"Seperti Count Dracula, ya," celetukku main-main, tertawa kecil menyebabkan rambut panjangku bergetar.

"Baiklah," kata Max, tiba-tiba. Sepertinya rapat dengan isi kepalanya sudah beres dan ia sudah menetapkan keputusannya. Apakah ia berdebat dengan Suara lagi? Apakah suara itu masih ada dalam kepalanya? Mungkin tidak, karena Max tidak mengalami sakit kepala sama sekali, tapi bisa saja suara itu cuma tertidur atau mengambil liburan, mungkin, dan nantinya akan memberi kami tugas berbahaya lagi? Kuharap tidak, aku suka sekali hidup seperti sekarang ini.

"Kita bisa pergi berkemah, sambil mengenal dan memetakan hutan di sekitar sini, tapi nanti kita berkemah jauh di dalam hutan, supaya tidak bertemu dengan manusia lain atau lebih parah, keluarga Cullen," tukasnya.

"Yay~! Kalau begitu, ayo cepat berkemas dan panaskan mobilnya! Aku sudah memodifikasi mesinnya supaya ia bisa melaju lebih cepat lagi!" pekikku senang. Angel dan Gazzy sudah berlari ke kamar masing-masing dengan ribut.

"Maaf, Nudge, kita pergi tidak menggunakan mobil," kata Max dengan senyum terplester di mulutnya.

"Eh?" kataku heran.

"Kita tidak bisa membawa mobil, kita kan mau menjelajahi hutan dari atas dulu, lalu setelah semua area kita jelajahi, barulah kita memilih daerah untuk berkemah. Kalau memakai mobil, kita mau parkirkan mobilnya di mana? Hutan kan bukan mall yang punya basement parkir," Max tertawa kecil.

"Yeah, Nudgie. Lagipula, kau ini apa? Putri kodok? Kau ini mutan burung, girl, gunakan sayapmu," ujar Iggy tanpa mengalihkan pandangan dari buku di pangkuannya.

"Kita mengudara lagi," ujar Max dan Fang bersamaan, saling berpandangan satu sama lain, mulut mereka melengkung membentuk senyum simpul.

***

Max POV

Kami menjelajahi angkasa lagi.

Kau tahu perasaan ringan saat kau bermain ayunan di taman bermain, dimana kau berdiri di bantalan duduknya, dan sekuat tenaga mendorong ayunan itu supaya bisa melayang setinggi-tingginya? Saat rambutmu beterbangan di sekitarmu, dan angin berhembus di sela-sela jarimu? Menyenangkan sekali kan? Ah, begitu juga perasaan kami yang bisa terbang lagi setelah selama minimal delapan minggu menahan sayap-sayap kami tetap menekan punggung. Lipat gandakan kesenangannya sekitar lima puluh kalinya, karena terbang dengan sayapmu sendiri―dan bukannya berayun di jalinan rantai dan sepotong kayu―jauh lebih tinggi, jauh lebih lama, dan jauh lebih berangin, sehingga itu jauh lebih menyenangkan.

Kami sudah meliuk-liuk kesana kemari, melihat-lihat hutan dari ketinggian. Kami tidak terbang terlalu tinggi, hanya cukup tinggi untuk disangka sebagai burung, namun cukup rendah untuk bisa melihat jelas apa saja yang ada di bawah kami. Pemetaan kami cukup berjalan lancar. Fang menggambarnya sambil terbang dan melihat-lihat ke segala arah. Semua proses ini berlangsung lebih lama daripada biasanya, mungkin karena kami terbang berpencar dan kami terbang tanpa takut dikejar Pemusnah atau harus buru-buru mencari tempat tersembunyi yang digunakan untuk melakukan rekayasa genetik.

Aku sendiri terbang ke arah selatan, ke tempat yang disebut-sebut sebagai daerah perburuan beruang atau semacam itu. Katanya di sini sangat berbahaya, dan jarang sekali yang masuk sampai ke dalam hutan, bahkan saat musim berburu sekalipun. Aku mengamatinya dari udara sejenak, begitu mataku mendapatkan tempat yang sempurna untuk berkemah, aku segera melesat ke tempat ransel-ransel kami berada. Di sana sudah ada semua orang, menunggu dengan tidak sabar. Aku cuma bisa tersenyum lemah melihat delikan mereka.

"Kau terlambat lima belas menit dua puluh enam detik, Max," tuduh Gazzy, melirik jam digitalnya yang sangat tepat waktu, dibuatnya sendiri.

"Maaf, Gaz, aku melihat-lihat beruang tadi," elakku saat aku mendarat, debu-debu beterbangan di sekitar tumitku. "Ayo, aku sudah menemukan tempat yang tepat untuk kita berkemah. Apa pemetaannya sudah selesai?" Kalimat terakhir kutujukan untuk Fang, yang menjawab dengan anggukan samar dan senyum bersahabat, kemudian menyambar tas ranselnya, berbalik memunggungiku. Aku memandangnya untuk dua detik, lalu mengedipkan kedua mataku tiga kali. Apakah tadi Fang tersenyum bersahabat?

"Cepat, Max, dasar lambat, kau yang dari tadi ribut-ribut sudah menemukan tempat yang tepat, sekarang kau malah memandangiku. Kenapa, punggungku seksi ya? Aww, aku tidak tahu kau menyukaiku―" Suara Fang terdengar menegurku, membuatku melompat dua senti ke udara. Kukerjapkan lagi mataku.

Eh, tapi... Fang ada di depanku, dan jelas-jelas bibirnya tidak bergerak saat ia menoleh padaku, terlihat kaget sendiri mendengar suaranya. Uh, lagipula Fang tidak mungkin berkata seperti itu, jadi itu menyisakan...

"―seperti itu. Yeah, yeah, aku memang tampan. Kalau aku melepaskan kausku bagai― Aww... Ampun, Max, aku cuma bercanda!"

"Gazzy, jangan bermain-main seperti itu," kataku sambil menjewernya, setelah tadi meraih ke belakangku, tempat ia berdiri dan meniru suara Fang. Memang susah mempunyai anggota keluarga yang bisa meniru suara apa saja―ya, apa saja, bahkan suara gelas pecah, pintu berkeriut terbuka, bisa ditirunya dengan persis. Suara manusia dan binatang juga bisa―meskipun terkadang ada keuntungannya juga di petualangan kami tiga tahun lalu. "Tidak ada kue coklat untukmu sore ini," lanjutku sambil mengenakan ranselku di punggung. Gazzy juga memandangku memelas dengan ransel sudah di punggungnya. Ha, aku tidak sebodoh itu sehingga melihat ke arahnya.

"Tapi Maaax―" rengeknya.

"U and A, ke selatan!" ujarku tidak mempedulikannya. Kukepakkan sayapku pelan dan aku sudah melesat ke atas, diikuti oleh anggota kawananku yang lain. Gazzy menghela napas menyerah, dan ikut mengepakkan sayapnya naik ke atas. Aku terbang ke selatan memimpin kawananku dengan senyum bermain di wajahku.

Ah, menyenangkan sekali bisa mengucapkan perintah itu lagi.

-

Tempat yang kutemukan cukup bagus dan luas. Itu adalah sebuah lapangan terbuka di samping sungai kecil yang jernih dan dangkal. Di sekelilingnya terdapat pohon-pohon, yang membentuk lapangan itu menjadi seperti trapesium. Rumputnya pendek-pendek, bahkan tidak ada di beberapa tempat. Tidak ada apapun di lapangan terbuka itu, kecuali satu dahan pohon yang tumbang karena sudah tua. Saat kuperiksa di saat-saat mendatang, ternyata sungai itu didiami oleh ikan-ikan kecil hingga sedang, hmm....

Kami mendarat dengan selamat, dan segera menurunkan barang-barang kami. Aku segera mendaftar apa saja yang harus kami lakukan untuk mempersiapkan perkemahan kami, sementara yang lain melepas ranselnya dan meregangkan tubuh dan sayap mereka. Satu delikan setengah sadar dariku membuat mereka segera melipat sayap mereka dan menyembunyikannya di balik pakaian masing-masing. Maaf sobat, tapi bahkan di alam liar yang kemungkinan bertemu manusianya sangat kecil, kita sama sekali tidak aman. Aku cuma ingin keamanan kalian.

"Gazzy, kau bisa mengumpulkan kayu bakar―" aku memulai.

"Siap, Max." Gazzy melompat bangun dan menghilang ke kedalaman hutan.

"―Nudge, kau menangkap ikan, sebaiknya di hulu, yang lebih banyak ikannya―" mungkin, aku tidak pernah menangkap ikan seumur hidupku, dan aku tidak pernah membaca buku memancing, jadi aku tidak tahu bagian mana sungai yang banyak ikannya. Ah, tapi kan dia tidak tahu kalau aku tidak tahu―Angel, jangan bilang-bilang pada siapapun

Baik, Max, Angel menjawab cepat.

―apapun untuk membuat mereka semua pergi dulu, dan aku bisa bicara dengan Fang.

"Kenapa aku harus menangkap ikan Max? Bukankah kita membawa daging dan sayuran dan ayam dari rumah? Aku juga ingat membawa udang beku dan memasukkan bakso dan sosis ke dalam ranselku. Jadi untuk apa―" Nudge memprotes dan memulai celotehan tanpa hentinya.

"―Iggy, nanti kau menyalakan api dan menyiapkan peralatan memasak, sekaligus memasak setelahnya―" dan aku mengabaikan Nudge dengan mudah. Selama aku tidak memandang wajahnya yang cemberut, atau tampang memelasnya, aku bisa lepas dari menuruti apapun kemauannya.

Nampaknya Nudge menyadari bahwa aku tidak akan berubah pikiran, karena ia berjalan menyusuri sungai sambil membawa kantong plastik di tangannya dan sebilah pisau. "Uhh, baiklah, meskipun aku tidak melihat apa manfaat" gerutunya sambil berlalu.

"Aku akan membersihkan peralatan masakku dulu. Tugasmu apa, Max?" tanya Iggy sambil lalu.

"―Aku dan Fang akan memasang tenda, menyiapkan kantung tidur, dan membereskan barang-barang kita," kataku menyelesaikan daftar tugas yang kutandai di benakku. Iggy hanya mengangguk saja, dan membawa peralatannya ke dekat aliran sungai.

"Bagaimana denganku, Max?" Angel bertanya, ia duduk di batang kayu kering dengan ransel bersandar di kakinya, memiringkan kepalanya saat memandangku.

Aku menggaruk kepalaku, mencoba mencari pekerjaan yang belum dilakukan, namun tidak bisa menemukannya. Yah, aku bukannya ingin memanjakannya... Aku tahu Angel mampu melakukan tugas sama seperti yang lainnya, tapi... baiklah, aku ingin sedikit membiarkannya menghabiskan masa kecilnya senormal yang bisa dimilikinya. Dan anak berumur sembilan tahun seharusnya tidak direpotkan dengan pekerjaan seperti ini, bahkan untuk bersenang-senang sekalipun.

"Umm, bagaimana kalau kau pergi ke padang bunga di dekat sini? Kukira aku melihat ada padang bunga waktu terbang tadi. Kau bisa memetiknya, lalu nanti kita bisa membuat mahkota untaian bunga atau semacamnya," kataku tersenyum padanya.

Angel melompat berdiri dan menepuk-nepuk celananya, membersihkan debu dan daun-daun kering yang menempel di sana, dan mengangguk antusias. "Oke, Max, aku ke sana!" dan ia sudah pergi dalam waktu lima detik.

-

Aku mengawasinya dari sudut mataku. Ia sedang memasang pancang terakhir untuk tenda kami, membelakangiku dan memukulkan palunya ke pancang kayu untuk menancapkannya ke tanah. Aku duduk di batang kayu tumbang sambil membongkar-bongkar makanan dan kantong tidur, tapi mataku terus terpancang padanya. Tidak ada yang menyadari kelakuanku ini, syukurlah, karena di lapangan terbuka ini hanya ada kami berdua. Yang lain belum kembali dari tugas mereka masing-masing, dan Iggy pergi entah kenapa, ia hanya menggumamkan alasannya, dan aku tidak cukup terfokus untuk mendengarkannya dengan jelas. Aku terlalu terbenam dalam pikiranku sendiri.

Banyak hal yang terjadi dalam paling tidak dua bulan terakhir ini. Semuanya normal, yeah, itu menyenangkan bagi semua orang. Kami tidak harus mengepak barang-barang kami setiap beberapa hari sekali, mencari hotel, berbohong. Kami punya sebuah bangunan yang bisa kami sebut sebagai rumah kami, tempat milik kami. Setiap orang jadi lebih ceria dan rileks, meskipun tidak sepenuhnya, karena adanya Edward dan Alice Cullen. Namun di luar mereka berdua, kami bisa membaur dengan sangat baik.

Angel dan Gazzy sangat senang bersekolah di tempat mereka sekarang. Angel memiliki teman-teman yang manis, bahkan beberapa di antara mereka sudah pernah main ke rumah kami, dua kali, salah satu diantaranya adalah acara menginap. Gazzy awalnya merasa bosan, terutama karena dipisahkan dengan Iggy sehingga mereka tidak bisa merencanakan hal-hal jahil seperti biasa, Namun akhirnya dia mendapat beberapa teman yang mengajaknya bermain sepak bolapermainan dimana satu bola diperebutkan dua puluh dua orang. Jangan tanya aku bagaimana cara memainkannya, tanya Gazzy sajadan sekarang ia kecanduan permainan itu dan tidak mau berpisah dengan bolanya, ia bahkan membawa bolanya sampai ke kamar mandi.

Nudge bisa berbelanja sekitar sebulan sekali. Itu membuatnya agak kecewa, tapi kukatakan itu adalah batas tersering dia boleh berbelanja ke mall. Ia juga punya dua orang teman yang punya hobi memulas kuku dan mengubah-ubah gaya rambut, jadi Nudge tidak perlu merengek-rengek untuk dibolehkan mengatur rambutku lagi. Iggy mampu mengikuti pelajaran dengan baik, dan tidak punya kesulitan di sekolah, meskipun beberapa orang masih suka berbisik-bisik atas... ketidak sempurnaan matanya. Namun meskipun ia mendengarnya, ia hanya bersikap kalem dan dalam berbagai kesempatan membuktikan bahwa ia lebih mampu daripada para tukang gosip itu.

Iggy juga menangkap mata satu-dua gadis di sekolah. Aku pernah melihatnya mengobrol di koridor dengan seorang cewek berambut hitam legam sebahu, dan saat cewek itu pergi, kulihat Fang menghampiri Iggy dan mendorongnya, sambil berkata memberi semangat, "Sikat, Bung!" Aku merasa seperti kembali ke Virginia saja. Sayangnya, dua detik kemudian Nudge melompat-lompat menghampiri mereka dan menyambar Iggy di sikunya, membawanya ke kafetaria sambil terus berceloteh menceritakan harinya. Iggy mendengarkan dengan sabar, sama sekali tidak terlihat keberatan. Fang memutar bola matanya melihat mereka. Melihat kelakuannya, giliranku yang memutar bola mataku, lalu mendesah pelan dan mengekori mereka ke kafetaria.

Lalu ada Fang. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya, atau kenapa ia melakukan hal-hal tertentu. Semenjak kami pindah ke sekolah ini, ia menjadi sedikit lebih... ekspresif. Kau tidak akan bisa melihat perubahannya kalau kau tidak hidup bersamanya paling tidak selama lima tahun, tapi aku menyadarinya. Ia masih tetap dingin, pendiam, berbicara amat seperlunya, dan hanya bersosialisasi dengan cowok-cowok, mengobrol seru soal olahraga atau otomotif. Namun begitu teman-temannya mulai memperhatikan salah satu cewek-cewek yang suka cekikikan, atau cewek-cewek pirang yang suka jadi bahan pembicaraan, ia akan langsung diam seperti patung, tidak memberi perhatian apapun. Kalau mereka membicarakan Nudge atau aku, dia akan meninggalkan meja mereka dan pergi ke perpustakaan. Atau menghampiri meja kami. Kalau teman-temannya membicarakan taktik untuk 'membuat-Max-bertekuk-lutut-di-hadapanku' atau sekedar berkomentar 'lihat-kaki-Max-panjang-dan-indah-sekali'itu adalah konsekuensi kalau kau punya pendengaran setajam elangFang akan mendelik berbahaya ke arah mereka, dan kadang-kadang aku menemukan bekas-bekas tangan di lengan kursinya. Terlalu ekspresif, eh?

Perubahan lain, ia tidak pernah membiarkan matanya 'berjalan-jalan' kesana kemari, dan aku belum pernah memergokinya 'saling berusaha menghisap wajah' dengan cewek manapun di sekolah ini. Bukannya aku menguntitnya ke manapun ia pergi. Yang terjadi justru sebaliknya, ia yang berjalan bersamaku ke manapun aku pergi di sekolah ini, kecuali di kelas atau jika teman-temannya mengajaknya pergi dengan mereka. Aku pernah menerima telepon di rumah dari beberapa cewek untuk Fang, tapi Fang menyuruhku mengatakan 'Nick-sedang-tidur' atau kalau dia mengangkat, ia kebanyakan hanya mengatakan tidak atau ya, lalu menutupnya. Aku tahu telepon itu ajakan kencan, bukannya mau menanyakan pe-er seperti yang dikatakan cewek-cewek itu padaku, tapiberkat pendengaranku, aku tak sengaja bisa menguping pembicaraan mereka. Bukannya aku berniat sejak awal untuk mengupingFang menolak semuanya. Dan memang benar, ia selalu berada di rumah, tidak pernah pergi hang-out selain dengan kami, keluarganya.

Di luar itu, tidak ada yang terlalu mencolok. Ia tetap menjadi saudara yang pendiam tapi perhatian. Walaupun aku merasa kalau ia jadi lebih sering memandangiku dengan tatapan yang tidak bisa kujelaskan, karena aku belum pernah melihatnya. Err, sebenarnya rasanya aku pernah melihatnya, waktu aku menciumnya di pantai dulu, dan saat ia pernah bilang kalau ia mencintaiku, tapi aku mungkin saja salah. Itu sudah lama sekali. Kemungkinan lain, mungkin aku berimajinasi dan membayangkan apa yang kuinginkan. Pandangan penuh kasih sayangnya padaku tidak ingin kusalah artikan, karena ia tidak mungkin punya perasaan itu padaku. Dan tidak ada yang bisa menjamin kalau perasaannya tidak akan berubah. Meskipun begitu, aku tetap menghargai setiap momen di mana ia akan membelai rambutku atau memelukku ketika aku gelisah atau kecewa. Yang mana sering, sampai-sampai membuatku jengah dan merasa aneh, karena ia melakukannya tanpa alasan. Pandangannya kadang begitu intens sampai-sampai aku merasa tertampar olehnya. Aku jadi khawatir, apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah padanya, walaupun mungkin aku tak menyadarinya?

"Fang?" tanyaku dengan suara pelan, masih memandangi punggungnya dengan hati-hati.

"Ya, Max?" ia berbalik di tempatnya begitu pancangnya tertanam kuat, senyuman ramah muncul di wajahnya. Aku menahan diri untuk tidak membelalakkan mataku. Ini jelas-jelas salah, Fang tidak pernah tersenyum tanpa alasan, dan senyumannya jarang sekali senyuman ramah, yang mungkin bisa muncul adalah senyum mengejek atau senyum prihatin. Ini salah satu yang membuat bulu kudukku merinding. Ia sering tersenyum samar padaku. Mungkin itu hal baik, mungkin dia memang bahagia berada di sini. Namun tetap saja, aku merasa aneh, dan tidak bisa menyingkirkan perasaan ada yang tidak beres.... Apa ia sedang merencanakan suatu acara balas dendam padaku, dan itu sebenarnya senyum yang mengindikasikan 'tunggu-saja-pembalasanku-Max'?

Aku ragu-ragu bergeser dari tempat dudukku semula dan berjalan jongkok ke tempat ia berada, lalu duduk bersila di dekatnya, menghadapnya. "Umm, apa kau merasa aneh akhir-akhir ini?" Uhh, Max, pertanyaan bodoh. "Maksudku, apa kau merasa sakit, marah... atau pusing, atau mual?" Hah, kenapa pertanyaannya ke situ? Tapi mungkin dia marah karena makan roti panggang setengah hangus yang kubuat seminggu setelah kami pindah ke sini itu kan?

Wajahnya menyiratkan kebingungan, lalu beberapa saat kemudian pengertian terlintas di wajahnya. Hhh, ternyata benar, karena itu. Jadi aku harus siap minta maaf, dan siap juga adu mulut kalau ia merasa terlalu menang dan mulai berkata yang tidak-tidak dan meledekku. "Tidak, Max, lihat," Fang menarik kerah kausnya, menampakkan lehernya, ekspresinya tenang. "Tanggal kadaluarsanya belum muncul sama sekali. Memangnya kenapa? Apakah tanggal kadaluarsamu muncul?" ujarnya tiba-tiba terdengar khawatir, lalu maju untuk meraih kerah bajupun dan melihat sisi leherku.

Aku terlalu terkejut dengan reaksinya sehingga tidak bergerak untuk mencegahnya. Tanggal kadaluarsa? Ia mengira aku bertanya apakah ia merasa sakit karena tanggal kadaluarsanya muncul? Berarti dia sama sekali tidak marah soal roti panggang itu? Lalu apa, memangnya kesalahan apa yang kubuat yang tidak kusadari lagi? Mungkin aku harus bertanya lebih tepat sasaran, lebih langsung.

"Tidak, tidak. Aku tidak apa-apa, dan yang lain juga belum muncul tanggal kadaluarsanya," ujarku buru-buru, segera setelah aku keluar dari keadaan transku. Tanganku menyambar bahunya, menjauhkannya dariku yang masih mengamati leherku. "Apakah aku... umm," aku bergerak-gerak gelisah di tempat dudukku, tanganku sudah melepas bahunya, "apa aku melakukan kesalahan padamu?" tanyaku menghindari tatapan matanya secara langsung, hanya berani melirik dari bawah bulu mataku.

"Tidak," katanya, wajahnya kembali diliputi kebingungan. "Kecuali... kau yang mencuri jam tanganku?" tanyanya ragu, salah satu alisnya terangkat.

"Apa?" tanyaku, kini giliranku yang bingung. "Aku tidak tahu kalau jam tanganmu hilang." Apa yang hilang itu jam yang kuberikan waktu ulang tahunnya dua tahun lalu?

"Uhh... maaf Max, aku sudah menyimpan jam itu di kotaknya, tapi seminggu yang lalu, waktu aku mau memakainya, jam itu sudah tidak ada." Kata-katanya tenang dan tidak terputus-putus, tapi aku bisa melihat kalau dia gugup. Eh, tunggu dulu... Ia masih menyimpan kotaknya? Hmm... orang aneh....

"Tidak apa-apa. Tapi siapa yang bisa mencuri di rumah ki Gazzy..." kebingunganku berubah jadi kegeraman. Sudah kubilang kalau anak itu tidak boleh memakai benda-benda pribadi orang lain untuk membuat bom. Bahkan kalau bisa mereka seharusnya tidak boleh membuat bom, karena memang tidak ada keperluan untuk hal itu. Bagian mana dari kata-kataku yang kurang jelas, eh?

Dari tampangnya, Fang juga sepertinya merencanakan untuk menghabisi Gazzy begitu ia kembali dari perburuan kayu bakarnya. Ah, mungkin tidak menghabisi, tapi paling tidak membuat Gazzy tidak bisa melihat jam tanpa merinding ngeri sudah cukup.

Kembali ke masalah di tangan. Lalu kenapa Fang bertingkah aneh? Dari pembicaraan kami tadi sepertinya ia tidak mempunyai masalah denganku. Satu-satunya masalah cuma jam tangannya yang hilang, dan jelas-jelas itu tidak ada hubungannya denganku. Kalau begitu hal apa lagi yang mungkin menyebabkan dia bisa bertingkah seperti akhir-akhir ini? Jangan-jangan... Apakah mungkinhati-hati Max, jangan berpikiran yang bukan-bukan.... Tapi aku tidak bisa menemukan alasan lain lagi....

"Err, Fang, tolong jawab pertanyaanku dengan jujur," kataku, dan dengan segera ia memandangku dengan serius. "Apa... apa kau sedang naksir dengan seseorang?" tanyaku ragu-ragu.

Matanya langsung membelalak, dan mulutnya terbuka mendengar pertanyaanku. Well, aku tidak pernah menduga kalau akan mendapat reaksi segamblang ini dari Fang. Tapi ini mengkonfirmasi dengan jelas semuanya. Oke, jadi dia sedang menyukai seseorang, aku bertanya-tanya cewek yang mana yang menangkap matanya....

Fang memandangku dengan gugup dan sedikit frustasi di matanya.

"Oh, tidak apa-apa, Fang," kataku buru-buru menenangkannya. Matanya sedikit melembut, jadi aku melanjutkan, untuk semakin menenangkannya. "Kau tidak perlu khawatir aku akan membocorkan rahasiamu ini kalau kau tidak mau orang lain mengetahuinya. Dan aku juga tidak akan menghalangi atau melarangmu, kau bebas berhubungan dengan siapa saja, jadi tidak usah takut" aku merasakan kepedihan yang familiar, yang sudah beberapa kali kurasakan seumur hidupku yang pendek ini. Ah, tapi kalau itu membuatnya bahagia, apa yang bisa kulakukan... "aku membebaskan semuanya kok. Iggy juga tidak pernah kularang kan, aku tahu kalau cewek berambut hitam itu tertarik padanyadan Iggy tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan―" aku mengedipkan sebelah mataku padanya, "dan mungkin dalam beberapa bulan Nudge juga akan naksir cowok, hmm... tidak masalah, asalkan cowok itu baik dan perhatian padanya," ujarku mengangkat bahu.

Ekspresi Fang malah menjadi panik mendengar kata-kataku. "Tidak Max, bukan seperti itu. Uh, kau tidak mengerti. Ya, aku memangbagaimana menjelaskannya―bagaimana bisa kau tidak mengerti?!" Fang memandangku frustasi, jari-jarinya menyisir rambut hitamnya, mengacaknya dengan kasar. Aku juga ingin mencoba menyusupkan jari-jariku ke sana

"Oh?" giliranku menaikkan sebelah alisku. "Bagaimana aku bisa mengerti kalau kau tidak menjelaskannya? Kau memang naksir seseorang dan takut kalau aku melarangmu demi kepentingan kawanan kita, ya kan? Aku bisa menafsirkannya dari setiap pandanganmu yang membuatku ingin kabur itu," aku mendesah panjang, memiringkan kepalaku dan mengangganya dengan tanganku yang bertumpu pada lututku. "Itu normal saja, Fang. Aku tahu aku pernah bilang kalau kita tidak bisa menjalin hubungan serius, tapi waktu itu kita sedang dalam pelarian, banyak bahaya yang menghadang. Hidup kita bisa terancam, begitu pula hidup Lissa, atau Brittany, atau siapapun yang kauinginkan. Sekarangpun mungkin keadaannya tidak jauh berbeda, kita ini jauh dari normal. Tapi... bukan berarti tidak ada kesempatan untuk kita berbahagia. Kalau orang yang kausukai ternyata mengerti kau, dan semua kelebihan dan kekuranganmu, mau menerimamu apa adanya, maka itu bukan masalah lagi..." jelasku, nada suaraku melembut. "Hanya saja cobalah untuk berhati-hati, ya? Jangan bertindak gegagah, jangan beritahu dia kecuali kau benar-benar yakin bahwa dia tidak akan mengatakan pada siapapun, dan bahwa ia benar-benar mencintaimu."

Aku bergerak untuk berdiri. "Aku akan menyiapkan kantung tidurnya dulu." Namun gerakanku terhambat tanganku yang diraih Fang, sehingga aku terpaksa duduk lagi.

"Max," katanya, matanya sekali lagi menangkap mataku, memohon aku untuk mendengarkannya, "dengarkan ceritaku dulu. Sebenarnya aku"

“Aaaaaaaaahh―”

Kepala kami berdua tersentak ke samping, ke arah teriakan itu berasal. Kami berdua berpandangan sejenak, mengetahui bahwa suara teriakan itu terdengar familiar...

Kami tidak membuang waktu lagi. Dengan segera kaki kami bergerak secepat yang kami bisa, berlari menyusuri hutan untuk menuju ke tempat suara itu berasal.


A/N. U and A itu singkatan dari up and away, atau naik/terbang dan pergi/berpencar. Itu adalah kode yang digunakan Max saat dalam pelarian.

Nudge tidak memiliki kemampuan hipnotis, tidak. Yang punya kontrol pikiran adalah Angel, tapi dia dilarang oleh Max kalau tidak sangat-sangat-sangat-sangat perlu. lagipula Max itu kebal terhadap pengendalian pikiran Angel. Tapi Max tidak bisa menolak keinginan Nudge (dan Gazzy dan Angel) saat memandang mereka hanya karena mereka mempunyai tampang memelas dan bibir cemberut paling mematikan di seluruh dunia :D. Yah, anggap saja itu bisa membuat Hitler merangkak, kalau mereka memintanya sambil mengeluarkan kartu As itu.

Tanggal kadaluarsa. Setiap mutan itu punya tanggal kadaluarsa, tanggal saat mereka mati. Untuk jenis lupine-human, atau Pemusnah, mereka adalah hasil produksi massal akan mati pada usia tujuh tahunmereka mencapai kedewasaan dalam usia empat-enam tahun kalau tidak salahdan kadang bisa hidup lebih lama jika diperbaiki oleh para ilmuwan di Sekolah. Mutan-mutan hasil percobaan lain tidak begitu beruntung, biasanya mereka mati dalam percobaan karena tidak sesuai bentuk adaptasi yang dipasangkan kepadanya. Para human-aviankawanannya Maxtidak diketahui berapa panjang hidupnya, karena mereka satu-satunya mutan bukan hasil produksi massal (itu berarti mereka itu dari ibu manusia, bukan seperti Pemusnah yang dikembang biakkan dalam tabung laboratorium) yang berhasil kabur dari Sekolah dan berhasil hidup selama ini (Max, Fang dan Iggy sudah hidup 17 tahun kan). Tapi mereka masih yakin bahwa suatu saat tanggal kadaluarsa mereka akan muncul. Ia akan muncul jika kematian mereka sudah mendekat, tercetak di sisi leher mereka.

Labels:

lily at

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home