<body> my scribbled notes

Friday, March 27, 2009

Hiding In The Dark Corner: Chapter 11

NOTE: Kalimat/kata-kata yang ditebalkan dan dimiringkan seperti ini adalah pikiran Angel. Sementara kalimat/kata-kata yang cuma dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.

Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.


Chapter 11
Confrontation in the Wood

Edward POV

Aku menarik napas, kemudian menutup mata untuk melonggarkan ikatan yang menahan monster yang berada dalam tubuhku. Aku sudah berada di lingkungan hijau tanpa manusia yang akan menjadi daerah berburuku. Anggota keluargaku yang lain sudah berpencar, berburu secara berpasangan dan mencari mangsanya masing-masing. Aku merasakan desakan-desakan dalam diriku, hasrat terlarang yang biasanya kukekang erat-erat dalam kerangkeng besi. Mataku melayang terbuka, sekarang saatnya berburu!

Dengan segera instingku mengambil alih. Sekarang sepenuhnya aku adalah pemangsa, mencari buruan dengan mengandalkan inderaku semata. Kakiku berlari kencang dalam kecepatan yang tidak manusiawi dan kelincahan melebihi seekor kijang. Hidungku mencium aroma-aroma di sekitarku. Rusa, ya... ada beberapa ekor rusa sedang makan siang beberapa ratus meter di selatan. Juga seekor beruang sedang bergulat melawan Emmett, sekitar seribu lima ratus meter di barat daya. Aku segera berlari melesat menuju sasaranku, sekelompok rusa itu. Aku sedang tidak punya keinginan mencari singa gunung sekarang ini. Delapan ratus meter... Lima ratus meter... Tiga ratus meter... Dua ratus meter... Lima puluh meter lagi, darah hangat rusa-rusa itu akan jadi milik―

EDWARD!! HALANGI JASPER MEMANGSANYA. CEPAT, SEBELUM TERLAMBAT! DIA DUA KILOMETER DI SEBELAH KIRIMU! AKU AKAN MENYUSUL―

Raungan histeris Alice memasuki pikiranku, membuatku segera menguasai diri lagi. Untung saja aku masih memiliki kendali atas diriku, meskipun mataku sudah hampir hitam legam. Aku segera berbelok tanpa banyak tanya lagi. Apapun yang dikatakan Alice, kau akan belajar mempercayainya. Tidak ada yang bisa menang saat bertaruh melawan seorang physic. Meskipun aku heran juga apa yang tidak boleh dimakan Jasper. Serigala? Anak beru―

“Aaaaaaaaahh―”

Teriakan ngeri melengking sampai di telingaku kira-kira dua detik setelah aku berbelok. Ada manusia di hutan ini! Aku segera meningkatkan kecepatanku, dan dalam waktu kurang dari lima detik aku sampai di lapangan terbuka, di mana Jasper berada di tengahnya, dalam posisi membungkuk hendak menyerang. Aku segera menahan tubuhnya dari menyerang apapun yang akan diserangnya. Dua detik kemudian datang Emmett, Rosalie, dan Alice. Detik berikutnya Carlisle dan Esme. Emmett membantuku menahan Jasper dan menenangkannya.

Dari balik bahu Jasper, barulah aku melihat korban yang hampir menjadi 'makanan'nya: seorang gadis kecil, berambut pirang keriting, merapat ke batang pohon tiga puluh meter dari kami. Ekspresinya ketakutan, dan ia sedang memeluk boneka beruangnya yang memakai pakaian malaikat putih. Di kakinya ada keranjang berisi bunga-bungaan yang sepertinya baru saja dipetik. Baunya masih segar. Matanya membelalak takut dan menatap kami, berpindah dari satu orang ke orang yang lain.

Aku baru menyadarinya berada di situ. Hal yang aneh, karena aku tidak mencium sama sekali aroma manusia yang menggiurkan.

Mataku melebar, dan dengan cepat aku menghirup udara. Aromanya bersih! Hampir tidak ada, hanya seperti harum samar pinus yang dikaburkan angin! Seperti kata-kata Alice...

Edward! Bawa Jasper mundur! Mereka sampai dalam waktu tiga detik! Alice memperingatkanku.

Aku dan Emmett segera menarik Jasper mundur ke arah anggota keluarga yang lain, sementara aku mendengar gesekan-gesekan lembut yang semakin keras mengarah kemari dan benar saja, dalam waktu tiga detik, mereka muncul.

Max yang pertama kali muncul, diikuti empat orang di belakangnya. Mereka segera membentuk formasi seperti huruf V, dengan Max berada di kepalanya, sikapnya netral, namun siaga. Di kedua sisinya berdiri Nick dan Jeff, bersikap kasual. Di bagian paling belakang dan paling luar di tiap sisi Krystal dan seorang anak laki-laki pirang, umurnya sekitar sebelas atau dua belas tahun, memandang kami dengan waspada. Kedua tangan mereka mengepal. Si anak laki-laki memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.

Mereka semua kelihatannya telah berlari dalam jarak yang cukup jauh, mengingat tidak ada satupun dari kami yang merasakan mereka berada di area ini sebelumnya. Namun tidak ada satupun dari mereka yang berkeringat, atau kehabisan napas. Mereka semua dalam keadaan sempurna, dengan pakaian yang hanya sedikit kusut di bagian kaki atau ujung kaus. Rambut mereka hanya nampak seperti dihembus angin sepoi-sepoi.

Si gadis kecil pirang segera berlari menuju mereka dan bersembunyi di belakang Max.

Kami bertujuhpun bersikap netral, bersisian dengan pasangan masing-masing, aku berdiri di sisi lain Carlisle yang tidak ditempati Esme. Carlisle berdiri di tengah.

Sorot mata Max sejenak menerawang, terfokus pada suatu hal, lalu ia memandang kami waspada.

“Apa-apaan ini. Kukira kalian tidak akan menyerang kami?” tanyanya tajam, memandang kami satu persatu. Matanya mengeras dan menyalahkan saat mereka bertatapan dengan mataku. “Aku tidak menyebar berita tentang keabnormalan kalian, jadi kupikir kita sudah pada persetujuan tak tertulis dimana kita tidak akan saling mengganggu, terutama jika pemimpin kalian memiliki intelegen―darah!” Max mendesis.

Segera saja sikap semua anggota keluarganya menegang, dan beralih ke dalam posisi siap tempur. Mereka menegakkan bahu mereka dan memasang kuda-kuda. Bahkan kedua anak termudapun―si anak laki-laki pirang dan gadis kecil yang menjerit tadi―ikut memasang posisi tempur.

Aku melirik cepat anggota keluargaku, dan kulihat setetes darah di sudut mulut Jasper. Sial, mereka menyadarinya.

Pihak kami juga ikut bersiap bertarung, Emmett dan Jasper agak membungkuk, seakan siap menerkam. Alice dan Rosalie hanya memandang mereka waspada, tapi aku tahu bahwa pada detik pertarungan dimulai mereka akan maju bersama orang yang dikasihinya. Aku juga membungkukkan badan dan bersiap bertempur mati-matian. Hanya Carlisle dan Esme yang tidak mengubah sikap, hanya memandang tenang ke arah Max.

“Ah, kalian ini―vampir?” katanya sinis. “Selamat Nudge, kau benar. Walaupun vampir yang ini tidak terlihat seperti Sanguini di Harry Potter yang makan tahu, dan juga tidak mirip Count Draculamu itu. Dan Ig, teori zombiemu meleset. Kecuali kalau zombie di Afrika minum darah,” lanjutnya tanpa menoleh ke arah siapapun, matanya tetap ke arah kami. Siapa yang bernama Nudge, apakah gadis kecil itu? Dan siapa yang dipanggilnya Ig? Dan... Mereka baru tahu kalau kami ini vampir? Uhh, mungkin karena itu mereka tidak mengkonfrontasi kami lebih dulu? Aku mencoba membaca pikiran mereka, siapa tahu aku beruntung. Dan aku menemukan hambatan yang sama seperti saat pertama kali di kafetaria.

“Jangan coba-coba berpikir kau bisa membaca pikiranku!” desis Max, menoleh ke arahku dengan tajam. Ternyata benar, ia memang bisa membentengi pikirannya. “Itu takkan pernah bekerja. Dan semenjak kau mencoba menghisap darah adikku, bersiaplah mati!” Nadanya mematikan, dan semua orang di keluarganya semakin tegang posisi tubuhnya. Kami pun sama, bersiap menyerang, dan detik berikutnya kami akan mener―

“Tunggu!” suara tenang Carlisle menghentikan gerakan kami, begitu juga dengan pihak lawan. Max menoleh cepat ke arah Carlisle lagi, ekspresinya tidak sabar dan marah.

“Kami tidak bermaksud tidak baik,” ujar Carlisle memulai, yang disambut dengan pandangan waspada bercampur ragu dari Max. “Ya, kami vampir. Tapi kami tidak seperti bangsa kami yang lainnya. Kami tidak berburu darah manusia, kami sudah mengganti diet kami dengan berburu darah binatang, karena itu mata kami berwarna emas alih-alih merah. Kami menyebut diri kami vegetarian,” kata Carlisle sambil tertawa kecil. “Percayalah, kami tidak pernah bermaksud memangsa salah satu dari kalian, dan manusia biasanya tidak sampai sedalam ini masuk ke hutan. Kami juga sudah berlatih untuk hanya mendeteksi bau darah binatang.”

“Jadi kau mau bilang bau darah kami mirip bau darah binatang?” tanya Max, masih seperti silet. Posisi yang lainnya sudah kembali ke posisi netral, namun bahu dan punggung mereka menegang. Aku mengangkat tanganku, memberi tanda pada anggota keluargaku yang lain untuk melepas sikap menyerang mereka.

“Tidak,” jawabku. “Aroma kalian justru lebih tidak... menarik bila dibandingkan dengan darah binatang, apalagi manusia yang seharusnya merupakan makanan alami kami. Lebih seperti aroma mint atau pinus segar yang sudah samar terhapus hujan atau tertiup angin. Aroma kalian mirip seperti angin segar.”

“Kalau begitu kenapa dia menyerang adik perempuanku?” tanya Max, menunjuk tepat ke arah Jasper. Aku terkejut, namun berusaha mengontrolnya agar tidak nampak di ekspresi fasialku. Bagaimana caranya ia tahu bahwa Jasper yang menyerang? Mereka kan sampai setelah aku menarik Jasper dari gadis kecil itu. Dan aku tidak melihat gadis itu mengatakan apapun, kecuali―

“Kami tahu apa yang ada di pikiran kalian,” ujar Max memotong aliran pikiranku. Jadi mereka bisa membaca pikiran kami?

Max POV

“Jadi kau mau bilang bau darah kami mirip bau darah binatang?” tanyaku masih bernada tajam. Aku sejenak merasa takut rahasia kami ketahuan. Aku tidak mau pindah-pindah lagi. Semua orang, terutama Nudge dan Angel akan sangat sedih. Padahal kami sudah mendapatkan tempat yang sempurna untuk menetap, untuk tinggal dan menghabiskan sisa hidup kami dengan tenang. Tapi kalau mereka bisa mendeteksi bau burung yang menempel di tubuh kami...

“Tidak,” jawab Edward. “Aroma kalian justru jauh lebih tidak... menarik bila dibandingkan dengan darah binatang, apalagi manusia yang seharusnya merupakan makanan alami kami. Lebih seperti aroma mint atau pinus segar yang sudah samar terhapus hujan atau tertiup angin. Aroma kalian mirip seperti angin.”

Fyuhh, sepertinya rahasia kami aman. Itu berarti kami tidak perlu pindah. Bahkan sepertinya mereka belum tahu kami ini apa, semoga...

Ah, ternyata rencana berkemah ini malah membuat kami harus berhadapan dengan vampir. Vampir, coba bayangkan! Untung saja kami bisa sampai tepat waktu. Begitu mendengar teriakan Angel, aku dan Fang segera berlari secepat mungkin ke arah teriakan. Di perjalanan kami bertemu dengan Nudge, Gazzy dan Iggy. Mereka juga mendengarnya, dan saat berlari mereka tidak membawa apa-apa. Mereka belum melakukan apa-apa atau meninggalkan pekerjaan mereka saat mendengar teriakan itu? Err, kembali ke masalah di tangan....

Huh, mint, pinus segar dan angin? Begitukah aroma kami di penciuman vampir yang tajam? Kukira aroma Nudge seperti lavender. Itu yang ditulis di botol parfum yang digunakannya. Hmm, mungkin mereka membicarakan aroma alami kami. Kalau begitu, kenapa aroma kami malah hampir tidak ada? Bukankah seharusnya kami yang memiliki banyak aroma manusia dan sedikit aroma binatang―sesuai dengan percampuran DNA kami yang sembilan puluh delapan persen manusia dan dua persen burung―hampir sama menggiurkannya seperti manusia umumnya, atau malah mungkin lebih menggiurkan dibanding rata-rata manusia? Kukira aku harus mencari tahu nanti.

Max, laki-laki berambut pirang yang dipegangi pria besar itu yang mau menyerangku, kata Angel di dalam pikiranku.

Bagus, terus pantau pikiran mereka, Sayang, dan beritahu aku pikiran mereka yang penting-penting, balasku.

“Kalau begitu kenapa dia menyerang adik perempuanku?” tanyaku, tak segan menunjuk tepat ke arah laki-laki pirang itu. Aku bisa mengetahui bahwa Edward terkejut, meskipun ekspresi wajahnya tidak berubah sedikitpun. Matanya sudah mengatakan segalanya padaku, irisnya sedikit menggelap. Vampir-vampir yang lain juga terlihat tenang, meskipun mata dan sudut-sudut mulut mereka mengatakan lain.

Max, Edward berkata, bagaimana caranya ia tahu bahwa Jasper yang menyerang? Mereka kan sampai setelah aku menarik Jasper dari gadis kecil itu. Dan aku tidak melihat gadis itu mengatakan apapun, kecuali― Angel mulai memberiku informasi.

“Kami tahu apa yang ada di pikiran kalian,” jawabku memotong kata-kata Edward. Well, kata-kata Angel di pikiranku yang berasal dari pikiran Edward, tapi intinya itu kata-kata Edward.

Jadi mereka bisa membaca pikiran kami?

“Kurang lebih begitu. Tapi kau takkan bisa membaca pikiran kami,” jawabku setelah mendengar sadapan Angel di pikiranku, memandangnya sinis. Aku menyangka kalau Edward adalah orang baik! Tapi ternyata anggota keluarganya malah berusaha menghisap darah salah satu dari kami, dan mereka adalah vampir, demi Tuhan! Oh, seakan adanya bocah burung hasil rekayasa genetik itu kurang aneh. Mitos rupanya ada juga di kenyataan. Berikutnya kami akan bertemu apa? Troll? Leprechaun? Banshee? Werewolf? Penyihir?

Baiklah, kuakui, aku terlalu banyak membaca Harry Potter. Mau bagaimana lagi, cuma buku itu yang kami miliki, atas rengekan Nudge.

Dan sampulnya sendiri sudah tercabik-cabik, saking seringnya dibaca. Halaman-halamannya juga sudah lecek.

Dan aku tidak akan membenarkan soal 'mereka bisa membaca pikiran kami'. Aku tidak berbohong, aku memang bisa membaca pikirannya, lewat Angel. Toh dia juga tidak meminta spesifikasi siapa yang bisa membaca pikiran, ya kan? Jadi untuk apa memberi informasi yang tidak perlu pada orang asing? Semua hal memiliki saat yang tepat untuk dibeberkan, atau mungkin untuk tidak dibeberkan sama sekali.

“Dan aku masih ingin tahu, kenapa kau menyerang adik perempuanku, jika aromanya sama sekali tidak menarik bagi kalian?” tambahku, kembali ke topik permasalahan utama, menatap Jasper dengan waspada.

Jasper memandang kakinya malu-malu. “Aku... sudah tiga minggu tidak berburu, dan satu rusa yang baru saja kuhabiskan malah membuat rasa hausku semakin berkobar. Jadi instingku mendeteksi apa saja yang mempunyai detak jantung, atau mempunyai darah. Tapi begitu melihat anak itu aku langsung tak berselera,” katanya membela diri.

Yeah, benar, pikirku sambil memutar bola mata dalam imajinasiku. Angel terkikik di benakku.

“Kami tidak bisa membuktikan pada kalian apakah kami berbohong atau tidak, terlepas dari kemampuan kalian untuk membaca pikiran kami,” aku dan Fang berpandangan di sudut mata kami, dan tertawa bersama dalam hati, “tapi kalau kemampuan kalian membaca pikiran sama seperti Edward yang hanya bisa membaca pikiran yang tengah melintas di pikiran kami, maka pikiran kami bisa dibilang tidak objektif.” Laki-laki berambut pirang yang nampaknya lebih tua beberapa tahun dari Edward berbicara lagi.

Dia punya poin di situ. Dan kurasa kekuatan Angel sama seperti Edward, kecuali lebih kuat, lebih tidak terdeteksi, belum lagi Angel bisa mengendalikan pikiran dan―jangan coba-coba mengendalikan pikiran orang lain kalau tidak penting, Sayang―

Ya, Max.

―jadi seperti yang dikatakan laki-laki pirang paling tua itu―

Namanya Carlisle, menurut pikiran wanita di sebelahnya yang bernama Esme, Max.

―ya, seperti yang dikatakan Carlisle, yang sepertinya pemimpin di kelompok lawan, kami tidak bisa percaya mereka hanya dari membaca pikiran mereka, karena bisa saja pikiran mereka dipaksakan atau diset sedemikian rupa. Jadi, bagaimana cara menyelesaikan masalah ini dan memastikan kalau mereka tidak berbohong?

“Yang bisa kalian lakukan hanyalah mempercayai kami sekali lagi, selama ini kami tidak pernah menyerang kalian, bukan? Selain salah paham kecil ini,” kata Carlisle, karena aku tidak mengatakan apapun. “Seperti yang kaukatakan, kita telah menetapkan perjanjian tak tertulis bahwa kita tidak akan saling mengusik. Bahkan meskipun kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Nampaknya insting kepemimpinan kita telah memandu kita ke jalan yang sama,” ia tersenyum hangat.

Aku juga tersenyum, tapi lebih dingin. Aku tidak mau berbaik-baik pada orang yang tidak kukenal, meskipun dia benar, otak pemimpin kami berdua bekerja dengan baik, dan memberitahukan langkah apa yang sebaiknya diambil, yang ternyata persis sama.

“Jadi aku ingin memperkuat genjatan, err―’senjata’ kita, dan memulai semuanya dari awal lagi,” Carlisle melanjutkan. Nampaknya cara kepemimpinannya berbeda dari caraku, lebih diplomatis. Bukan berarti aku memiliki kesempatan untuk berdiplomatis. Kau tidak bisa berdiskusi dan berdamai dengan sekumpulan robot atau Pemusnah Terbang, kawan. Kalau kau mendekat lima meter saja dengan tangan terulur, bisa dipastikan saat kau mundur jari-jarimu sudah patah sesuai ruasnya.

Aku berpikir sejenak, memutuskan jalan apa yang terbaik untuk kami. “Baiklah, aku sama sekali tidak ingin bertempur dan membahayakan ka―kelompokku. Jadi genjatan senjata kita bisa tetap berjalan. Tidak ada satupun dari kita yang akan menyakiti manusia maupun membocorkan rahasia jati diri masing-masing,” kataku menyatakan isi perjanjian kami. “Jadi kau bisa mulai memperkenalkan anggota kelompokmu, Carlisle.” Aku menyeringai setelah menyebutkan namanya.

Carlisle tidak menunjukkan tanda-tanda ketidak nyamanan. “Seperti yang sudah kau sebutkan, namaku Carlisle, Carlisle Cullen. Aku bekerja sebagai dokter di rumah sakit setempat.” Iggy mendengus mendengar hal itu. Ia punya alasan sih. Vampir yang meminum darah bekerja di rumah sakit dan bermain-main dengan darah? Yeah...

“Lalu di sampingku adalah istriku, Esme,” Carlisle menunjuk wanita berambut coklat di sebelahnya yang tersenyum ke arah kami, “lalu anak-anakku, Rosalie,”―wanita bertubuh seperti model dengan rambut pirang berkilau, mendelik garang ke arahku, apa sebenarnya masalahnya? Giginya sedang sakit?― “Emmett,”―laki-laki bertubuh besar dan tersenyum lebar seperti seorang maniak―“Alice, Jasper,” ―yang berusaha menyerang Angel―”dan Edward.”

Aku menganggukkan kepalaku. “Kukira hanya adil kalau kami memperkenalkan diri juga.” Tidak ada salahnya kan? Itu hal yang bagus kalau kami ternyata punya sekutu, benar kan? Biarpun kecil kemungkinannya kami akan membutuhkan mereka, Itex toh sudah dihancurkan. Walau di dasar hatiku aku tahu bahwa hidup kami takkan selamanya tenang, ada berbagai masalah untuk kami. Seperti soal apa yang akan kami lakukan kalau kami sudah lulus, tanggal kadaluarsa kami, apakah suatu hari nanti kami akan menemukan seseorang untuk kami dan menikah―cukup sampai disitu.

Carlisle mengangguk tenang.

Kuharap aku melakukan langkah yang tepat.

“Namaku Maximum Ride,” kataku bangga, “tapi kau bisa memanggilku Max. Lalu anggota keluargaku, Fang,” aku mengedikkan kepalaku tanpa menoleh ke arah Fang. Aku sudah tahu bahwa ia tidak mengubah ekspresinya. Takkan ada satu otot wajahpun yang bergerak, apalagi seulas senyuman. Darimana aku tahu? Hei, kaupikir apa saja yang kulakukan selama lebih dari sepuluh tahun aku berkeliaran bersamanya. Tentu saja aku tahu, aku teman terbaiknya, pemimpinnya, saudaranya....

Aku melihat anggota keluarga Cullen saling berpandangan geli mendengar kata ‘Fang’. Aku mengabaikannya.

“Iggy,” aku menyentuh bahu Iggy, yang otomatis menyeringai, “Nudge,” Nudge maju sedikit ke depan dan melambai, giginya mengkilat meskipun tidak tertimpa sinar matahari, “the Gasman―”

“Gazzy, atau Kapten Teror, atau Zephyr, si Angin Barat―” Gazzy memotong bersemangat, sudah berpindah ke depanku. Aku memegangi bahunya untuk membuatnya diam.

Gazzy,” aku membenarkan, “dan Angel,” gadis kecilku berpindah ke depan, dan tersenyum tanpa ragu pada keluarga Cullen. Ia nampak makin seperti malaikat dengan senyumannya itu. Tidak salah aku menamainya Angel.

Tentu Max, namaku cantik sekali, trims, Angel bahkan tersenyum di benakku.

Ya, Sayang, balasku.

Ah, sudah cukup basa-basinya. Kukira rencana berkemah kami tidak usah dibatalkan. Lagipula aku tidak mau pergi ke mall dan dijadikan boneka barbie oleh Nudge. “Kalau begitu semua sudah ditetapkan. Kuharap dua hari ini kalian tidak akan mendekat ke area tempat kami berkemah karena aku menolak untuk membatalkan liburan kami,” kataku, kini tersenyum tulus. Aku dan kawananku berbalik hendak pergi, namun salah satu dari mereka bertanya, menghentikan kami.

“Apakah kalian tidak akan mengatakan pada kami kalian ini makhluk apa?” kata Jasper mengerutkan dahi.

Kami berbalik setengah jalan, dan aku tersenyum sinis lagi. Mereka memang tidak tahu soal sayap kami! “Tidak. Kalian tidak perlu tahu kami ini apa. Tapi satu hal yang perlu kalian ketahui,” pada titik ini senyumku berubah menjadi seringai nakal―atau mungkin terlihat kejam atau jahat―jenis senyum yang akan kuperlihatkan pada orang-orang yang berani menyakiti kawananku, misalnya para Jas Putih, “kalau kalian mencoba mengganggu atau membahayakan satu saja anggota keluargaku dengan cara apapun dan dalam konteks apapun, aku dengan senang hati akan menjadi malaikat pencabut nyawa kalian.”

Aku terdiam sejenak, teringat kalau mereka tidak punya detak jantung. Mungkin memang benar mereka sudah mati. Aku juga harus mencari tahu tentang hal itu. “Atau malaikat pencabut eksistensi. Terserahlah apa istilahnya,” tambahku sambil mengangkat bahu, lalu bersama-sama kawananku segera berlari cepat menerobos hutan menuju perkemahan kami.

Namun dengan kecepatan kamipun, aku yakin mereka masih bisa mendengar kata-kata Nudge. “Wow Max, ternyata mereka memang vampir! Tapi aku sama sekali tidak melihat taring, dan juga mereka bisa berdiri di luar di siang hari dan tidak jadi abu, dan bukannya tidur di peti mati―”

Ya, begini lebih baik. Sebisa mungkin aku tidak akan membocorkan siapa kami, apa kami ini. Kami akan bersembunyi selama mungkin di sudut gelap, di bawah bayang-bayang, karena hanya dengan begitu, kami bisa melindungi diri kami.

Labels:

lily at

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home