Hiding In The Dark Corner: Chapter 8
NOTE: Kalimat/kata-kata yang dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.
Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.
Chapter 8
TC: Unspoken Agreement
Edward POV
Aku sudah menurunkan Bella di rumahnya, dan sekarang sedang mengemudi dengan kecepatan tinggi menuju rumahku. Alice yang duduk di kursi belakang, memasang wajah tegang.
Apa yang akan kita lakukan, Edward? tanyanya tanpa suara. Dia masih frustasi karena tidak bisa melihat jelas para pendatang baru itu. Sosok-sosok buram dan kabur berkelebatan di benaknya. Kami berdua memang tidak mengatakan apa-apa soal mereka pada keluarga kami, tidak ingin membuat mereka cemas oleh hal yang tidak pasti. Namun sepertinya sekarang kami harus mendiskusikannya dengan mereka.
"Rapat keluarga, Alice."
Ia mengerutkan dahinya sejenak, lalu ekspresi terkejut muncul di wajah porselennya. Benarkah...? tanyanya shock, namun kemudian ia mengangguk. Dari kelebatan pikirannya aku tahu apa yang ia lihat. Itu adalah diriku, mengakui bahwa aku tidak bisa membaca pikiran para pendatang baru di depan keluargaku.
Dua detik kemudian kami sampai di depan rumah. Dengan cepat kami keluar dari mobil dan berlari masuk rumah. Sesampainya di ambang pintu depan, aku berkata dengan suara normal, "Tolong berkumpul di ruang makan," dan melesat menuju ruangan itu. Anggota keluargaku satu persatu berdatangan dari berbagai ruangan di dalam rumah. Bahkan Carlisle pun ada. Hari ini adalah hari libur yang dengan enggan harus diambilnya agar tampak normal seperti manusia lain.
Pikiran mereka saat memasuki ruang makan bervariasi, namun rata-rata mereka kebingungan dan bertanya-tanya apa alasan aku meminta mereka berkumpul di ruang makan. Ruangan ini secara praktis tidak pernah kami gunakan sesuai fungsinya, karena kami tidak pernah makan. Bukan makan yang seperti itu, dan jelas bukan di sini. Namun bila ada rapat keluarga, atau ada hal penting yang ingin kami sampaikan, kami menyampaikannya di sini.
Seperti pada saat mengadakan voting tentang kemanusiaan Bella, batinku getir mengingat pertemuan terakhir yang di adakan di sini.
Semua orang telah duduk di tempat masing-masing, mengitari meja, begitu pula aku. Carlisle duduk di tempat kepala keluarga biasanya duduk. Ia menatapku, dan mengatakan dalam pikirannya, Kau bisa mulai, Edward.
Aku mengangguk sekali, lalu memulai. "Kemarin, saat aku ke rumah Bella, aku sempat melihat surat kabar tentang berita orang-orang hilang di Seattle. Tapi―" aku menekankan, tahu bahwa ada yang berniat menginterupsiku, "―bukan itu yang ingin aku bicarakan. Setelah aku membaca itu, Bella berusaha mengalihkan perhatianku dan memberitahuku bahwa ada penghuni Forks baru."
Aku memandang Carlisle, dan ia mengkonfirmasi, "Ya, aku sempat mendengarnya. Katanya satu keluarga dimana orangtua mereka misionaris, dan mereka punya enam orang anak angkat yang empat orang bersekolah di sekolahmu, tiga di tingkat Senior sepertimu dan satu dua tingkat di bawahmu. Dua orang lainnya bersekolah di Sekolah Dasar. Dan aku juga sempat mendengar bahwa ternyata orangtua mereka tidak ikut pindah kemari. Mereka pergi ke negara lain atau semacamnya. Yang mengambil sertifikat rumah mereka adalah anak mereka yang paling tua." Kabar terakhir itu baru untukku, namun aku hanya mengangguk. Dari nada suaranya, aku bisa menebak bahwa Carlisle juga punya sedikit kecurigaan terhadap mereka.
"Nah, aku sempat mencurigai mereka. Sangat jarang ada keluarga yang mau mengangkat anak sampai enam orang, bahkan misionaris sekalipun. Karena itu, aku mulai mencurigai bahwa mungkin mereka ada kaitannya dengan pembantaian di Seattle. Ya, Jasper," aku memotong lagi, sudah tahu apa yang dipikirkannya, "aku tahu bahwa yang mengacau di Seattle adalah vampir baru, dan vampir baru tidak mungkin berada dalam satu keluarga dengan damai, apalagi membaur dengan manusia. Aku hanya menebak-nebak, mungkin saja mereka adalah vampir yang mengubah vampir-vampir baru itu. Atau mungkin vampir yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian ini sama sekali. Aku juga tahu bahwa ada berbagai kemungkinan, apalagi dengan fakta bahwa dua anggota keluarga mereka masih anak-anak. Yang jelas mereka membangkitkan rasa penasaranku."
"Karena mereka juga baru saja tiba kemarin siang, maka aku tidak bisa mengumpulkan informasi dengan cara membaca pikiran orang-orang, dan karena sudah malam, aku tidak bisa melacak mereka." Bukannya aku bermasalah dengan malam hari, atau aku butuh tidur. Kami kaum terkutuk tidak memerlukan tidur, dan kami bisa melihat dalam gelap. Tapi pada malam hari aku menemani dan menjaga Bella. Bellaku yang manis dan lugu bisa menarik bahaya bahkan hanya dengan bernapas. Saat ini paling tidak ada seorang vampir yang ingin menghabisi nyawanya. "Jadi aku menunggu sampai keesokan harinya―hari ini―untuk bertemu dengan mereka dan mengamati mereka."
"Di pagi hari aku tidak bertemu mereka, namun aku sempat melihat mobil mereka, Maserati Quattroporte," aku mendengar pikiran kagum dari Rosalie, dan juga Emmett bersiul, "yeah, mobil itu memang keren sekali, Emmett, sangat mahal. Lalu, aku sepanjang pagi berusaha mencari lewat benak anak-anak di sekolah, dan mungkin secara kebetulan aku bisa bersentuhan dengan benak anak-anak baru itu. Hasilnya nihil, Alice dan aku tidak pernah sekelas dengan mereka, dan aku juga tidak bersentuhan dengan benak mereka. Dari sinilah dimulai masalahnya." Postur orang-orang di sekeliling meja menegang, setengah takut, setengah penasaran. Kalau aku sudah mengatakan masalah, maka itu pasti hal yang serius.
"Alice sudah mencoba sejak kemarin, dan sepanjang pagi ini, namun ia tidak bisa melihat masa depan anak-anak baru itu dengan jelas," kataku. Semua mata beralih memandang Alice.
Ia tersenyum cemas. "Ya, aku sudah mencoba memeriksa masa depan mereka sejak kemarin, namun yang aku lihat hanyalah gambaran buram. Bukan menghilang seperti kalau aku berusaha melihat masa depan para werewolf itu, atau terpotong-potong dan tidak jelas seperti kalau masa depan sedang tidak pasti atau seseorang terus mengubah-ubah keputusannya. Aku masih bisa melihat sosok-sosok mereka, tapi gambarannya... kabur, aku tidak bisa melihat wajah mereka, pakaian yang mereka kenakan, terkadang bahkan latar termpat mereka berada. Tapi biasanya aku bisa melihat tempat dan orang-orang di sekitar mereka. Sampai sekarang masih sama, aku tidak bisa melihat mereka dengan jelas."
"Sama halnya denganku. Sepanjang pagi aku mencoba melihat mereka melalui pikiran anak-anak yang bertemu dengan mereka. Aku bisa mendengar apa saja yang mereka katakan tentang anak-anak baru itu, tapi aku tidak bisa menarik gambaran sosok-sosok mereka dari benak siapapun juga. Semuanya hanya bayangan buram saja," aku mengangkat bahu, tidak tahu penjelasan akan hal ini.
"Kami akhirnya bertemu dengan mereka di kafetaria. Tapi aku tak bisa segera membaca pikiran mereka, karena begitu mereka masuk ke ruangan, meskipun ruangan jadi sunyi senyap, pikiran-pikiran anak-anak lain berteriak-teriak membombardirku, membuat telinga mentalku tuli. Dan kau tidak akan mau mendengar apa saja yang dikatakan anak-anak itu, Emmett," aku memelototi Emmett yang tersenyum lebar seperti anak umur lima tahun yang ketahuan mengambil kue dari stoples. "Jadi aku memutuskan untuk mengamati mereka dari penampilan luar mereka."
"Mereka berjalan dengan keanggunan dan keluwesan seorang model, seorang vampir. Tapi aku bisa memastikan bahwa mereka bukan vampir. Kulit mereka seperti manusia normal, kuning atau cokelat terang, bahkan salah satunya berkulit gelap. Mereka juga bermata cokelat, biru dan hijau. Ada yang berwarna hitam, tapi kurasa itu bukan dari haus darah. Tapi kondisi yang lainnya... Mereka semua luar biasa menawan. Aku tidak menyangka aku akan pernah mengatakan hal seperti itu, tentang orang lain," aku tertawa kecil, lalu cepat menguasai diri.
"Mereka semua luar biasa menawan. Tubuh mereka sempurna, seperti model, bahkan mungkin lebih sempurna dari kita. Suara mereka juga enak didengar. Mereka seperti tidak terlalu peduli dengan sekitarnya, mereka bahkan tidak menoleh dan memperhatikan aku dan Alice dengan kagum atau semacamnya. Mereka juga tidak terlihat merasa gugup atau takut seperti anak-anak baru pada umumnya. Antisipasi memang ada pada mata mereka, tapi bukan antisipasi pada apakah mereka akan dapat teman atau tidak, melainkan seperti antisipasi pada... bahaya," dalam benakku melintas lagi sorot mata dan sikap tubuh Max dan Nick. Keluargaku saling menukar pandang satu sama lain.
"Tidak hanya itu yang aneh pada mereka. Waktu kuperhatikan, mereka mengambil makanan dengan porsi tiga kali manusia pada umumnya. Dan mereka memang memakan semua―"
"Apa mereka bau?" tiba-tiba Emmett menyela.
"Maaf?" aku mengangkat satu alisku ke atas, setengah heran, setengah jengkel pada Emmett. Apakah ia tidak bisa memilih waktu lain untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan konyolnya?
"Apa mereka bau?" ulangnya, memutar bola matanya, "Apakah aroma mereka membuatmu ingin muntah? Kau tahu, mungkin saja mereka werewolf. Kalau melihat selera makan mereka yang mirip anjing, bisa saja kan? Aku tidak selalu memikirkan hal-hal bodoh, kalau itu yang kau pikirkan, Eddie."
Aku mengabaikan komentarnya yang terakhir, mengerutkan dahiku selama sedetik dengan bingung. "Tidak, kukira mereka bukan werewolf. Tubuh mereka tidak besar-besar seperti kawanan La Push itu, malah sebaliknya, mereka terlalu ramping kalau kupikir-pikir. Mereka juga tidak berkulit gelap, well, tidak semuanya. Dan bau mereka―" aku mengingat-ingat, "―saat mereka melewati mejaku, aku terlalu berkonsentrasi mengabaikan teriakan-teriakan mental dan juga memperhatikan mereka. Jadi aku tidak sempat mencium aroma mereka. Tapi kalo mereka werewolf, aku atau Alice pasti menyadarinya. Apakah kau mencium sesuatu yang aneh pada aroma mereka, Alice?" tanyaku, menoleh pada Alice.
"Tidak," jawabnya singkat, ia tengah mengerutkan keningnya, tampak berkonsentrasi. Aku cuma menganggap itu angin lalu, mungkin ia sedang berkonsentrasi melihat masa depan mereka lagi.
"Ya, setelah itu, aku mencoba mendengar percakapan mereka, tidak ada yang mencurigakan. Kecuali waktu mereka bergurau soal makanan mereka―tapi itu tidak penting," kataku buru-buru melanjutkan, "Lalu saat itu aku sadar bahwa teriakan-teriakan mental itu sudah berkurang jauh, jadi aku berusaha menggapai pikiran mereka. Aku menemukannya dan mencoba masuk, tapi―" Aku menghela napas panjang sebelum memberitahukan berita yang pasti memukul keras keluargaku.
"―aku tidak bisa mendengar benak mereka."
Kali ini benar-benar sunyi. Tidak ada yang bergerak maupun bernapas. Bukan berarti kami membutuhkannya. Emmett bahkan tidak melontarkan komentar konyolnya. Yang lebih mengagetkan, benak merekapun sunyi.
Untuk beberapa detik.
Karena dengan segera aku segera dibombardir dengan berbagai pertanyaan mental dari berbagai arah.
Bagaimana ini bisa terjadi, Edward, kenapa kau tidak mengatakannya dari awal pada kami―
Hmm... Menarik... Kalau saja aku bisa bertemu―
APAA?! Bagaimana bisa? Bagaimana kalau ternyata mereka orang jahat dan berniat melakukan hal yang berbahaya bagi kita. Aku tidak mau pindah-pindah lagi. Bukan berarti kita akan tinggal lama di sini. Sebentar lagi juga kita akan ke Alaska. Tapi tetap saja―
Apakah semua ini seperti kasus Bella, Edward? Kalau ya―
Eww, ya, hebat sekali, setelah penglihatanku tidak berfungsi, kau juga―
Wow, keren! Bagaimana cara mereka melakukannya?! Kalau itu bisa dipelajari, aku mau saja melakukannya. Mengosongkan pikiran sepanjang waktu darimu melelahkan Ed―
Aku memijat pelipisku, memutar telunjukku dalam lingkaran kecil untuk mengurangi sakit kepala. Vampir bisa sakit kepala? Benar...
"Bisakah kalian tidak berteriak-teriak?" kataku dengan suara jengkel. Dengan segera semua teriakan itu berkurang, dan aku mendengar gumaman 'maaf' pelan baik secara mental maupun fisik. Carlisle dan Esme melontarkan pandangan bersalah padaku.
"Oke. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tidak, tidak seperti Bella. Pada kasus Bella, aku merasakan pikirannya di situ, tapi pikiran itu sunyi, kosong begitu saja. Sementara mereka... Aku bisa merasakannya, menyentuhnya, namun kemudian seakan ada yang mendorongku, tiba-tiba ada dinding bata yang menghalangiku dari membaca pikiran mereka semua. Seakan mereka tahu apa yang akan aku lakukan dan segera memblok pikiran mereka―"
"―karena itulah gadis pirang itu tiba-tiba berbalik dan menatapmu dengan tatapan shock! Dia tahu kalau kau mencoba membaca pikirannya!" potong Alice, matanya melebar.
Aku mengangguk. Dan aku ingat sedikit melihat kelebatan marah, kemudian determinasi, seakan gadis itu akan mendatangiku dan menarik kerahku sampai aku terangkat dari tanah untuk mendapatkan jawaban dariku, dan kalau aku tidak menjawab, ia akan mencabik-cabik tubuhku atau mematahkan leherku. Seakan dia mampu saja, melakukan itu pada vampir. Kalau saja aku tidak tahu lebih jauh, aku pasti akan tertawa pada pikiran seperti itu. Sayangnya aku tahu kalau ada kemungkinan―dan kemungkinan itu sangat besar―dia mampu melakukannya. Untung saja Lauren mengalihkan perhatiannya, meskipun dengan cara yang sama sekali tidak... pantas.
"Aku belum selesai. Ternyata mereka sekelas dengan kami di Biologi, dan mereka harus memperkenalkan diri mereka. Gadis yang berambut pirang-coklat bernama Max Martinez, yang berambut cokelat ikal dan berkulit gelap, juga tidak bisa berhenti bicara dan melompat-lompat―," aku melirik Alice dan menyeringai, "bernama Krystal, dia somophore dan bernama belakang Ride, menurut pikiran teman sekelasnya. Lalu laki-laki berambut hitam adalah Nicholas Ride atau Nick, yang terakhir dengan rambut pirang dan mata biru berkabut, karena dia buta―"
"Dia buta?" Emmett praktis berteriak mendengar hal itu.
"―ya, dia buta, dan namanya Jeffrey Ride, atau Jeff. Dan dia mengatakan hobinya adalah memasak dan bereksperimen dengan bahan kimia dan kabel-kabel. Jangan tanya padaku bagaimana. Aku tidak tahu," kataku sebelum ada yang menyuarakan apa yang ada di pikiran mereka. Mata mereka semua seakan ingin keluar dari rongganya.
"Saat di kelas, mereka tidak berbuat hal-hal yang mencurigakan, dan bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar, bahkan soal susunan DNA yang rumit, tanpa melihat buku. Lalu saat PE..." aku berpandangan dengan Alice.
"Saat PE, mereka semua ikut pelajaran, bahkan Jeff, yang buta. Hari itu kami lari keliling lapangan. Pada awalnya mereka berlari di belakang. Menanya-nanyai jessica Stanley mengenai Edward, jadi Max pasti sudah tahu bahwa Edward yang berusaha membaca pikirannya. Lalu Max bilang ia bosan, dan menantang kedua saudaranya untuk balapan. Dan mereka berlari sangat cepat untuk ukuran manusia... Dalam hitungan belasan detik mereka sudah sampai di barisan keempat atau kelima. Dan aku juga menyadari sesuatu," Alice melirikku. Aku menyipitkan mataku, apa yang dia sadari dan aku tidak?
"Saat Jeff berlari menghindari orang-orang dan melewati kita, aku sadar bahwa detak jantungnya... terlalu cepat untuk manusia. Dan juga sebenarnya aku sempat mencium aromanya. Aromanya... tidak ada. Bukan, tidak ada mungkin kata yang kurang tepat. Uhh, aku menangkap sedikit aroma mint atau aroma udara setelah hujan. Ya, seperti itulah kira-kira, aroma mereka seperti angin, seperti udara segar," katanya mengangguk, seakan puas ia berhasil mengungkapkannya dengan kata yang tepat.
Untuk kesekian kalinya ruangan kembali sunyi.
Namun aku tidak terlalu memperhatikan hal itu. Otakku sibuk berpikir, makhluk macam apa yang aroma tubuhnya―darahnya―seperti angin? Jenis kami, vampire, membawa aroma yang bervariasi namun manis, menggiurkan bagi manusia. Werewolf, mereka berbau menjijikan untuk kami, juga musuh abadi kami. Manusia punya aroma yang berbeda-beda, beberapa lebih manis dibanding yang lainnya, menandakan bahwa mereka adalah mangsa alami kami. Binatang, aroma mereka tidak semenggoda manusia, tapi juga bisa dibilang menarik bagi kami. Binatang predator aromanya lebih menggiurkan dibanding herbivora. Ikan―aku bahkan mempertimbangkan kemungkinan kalau mereka manusia duyung, haha, aku tahu, konyol sekali―beraroma amis, hampir seperti werewolf, hanya saja tidak membuat kami ingin muntah. Aku tidak tahu soal rasanya, aku tidak pernah meminum darah ikan yang anyir itu.
Makhluk apa lagi yang belum aku sebutkan? Di kalangan makhluk mistis yang mungkin saja ada... Mumi? Aku tidak melihat perban sama sekali, lagipula aku membayangkan aroma mereka akan lebih menyesakkan seperti aroma kematian―yep, aroma ini memang ada, kau mungkin tidak bisa menciumnya, tapi kau bisa merasakannya di udara―atau semacamnya. Faerie―peri? Kukira aku sudah melewati tahap membaca buku dongeng sebelum tidur, dan peri itu fictional. Yeah, dan vampir bisa berubah jadi kelelawar dan tidur di peti mati, pikirku pada diriku sendiri sarkastis.
Bagaimana dengan Demon―setan? Apakah mungkin demon beraroma seperti angin? Err... Angel―malaikat? Ha, aku tidak percaya kalau kami punya jiwa, dan juga ada surga untuk kami kaum terkutuk, dan sekarang aku memikirkan malaikat dan setan. Tapi surga untuk manusia, untuk Bellaku yang baik dan tidak egois, pasti ada... Baiklah, aku kehabisan ide makhluk mistis. Jadi, mereka itu sebenarnya apa?
"Jadi, apa yang kita lakukan sekarang?" suara Rosalie membawaku kembali ke kenyataan, menyuarakan pertanyaan yang ada di benak semua orang. Semua memandang Carlisle penuh antisipasi.
Ia menutup matanya sejenak untuk memilah-milah pikirannya, dan membukanya saat pikirannya sudah tenang. "Kita... menunggu."
Berbagai variasi dari "Apa?!" terdengar di ruangan, bersahutan selama beberapa saat.
Carlisle menunggu ruangan tenang kembali, barulah ia melanjutkan berbicara. "Kita tidak bisa melakukan apa-apa tentang mereka. Kita tidak tahu mereka itu apa. Tapi sepertinya mereka tidak punya niat buruk terhadap kita. Mereka memang berbeda, mereka punya kelebihan di banyak aspek, dan mereka bisa menghalau bakat Alice dan Edward. Juga ada kemungkinan bahwa mereka sudah tahu ada yang berbeda dengan kalian, bahkan mungkin mereka tahu kalian ini apa. Itu mungkin berbahaya, tapi itu juga bisa jadi peringatan bagi mereka untuk tidak berbuat macam-macam di daerah sini. Kita akan tetap mengawasi mereka. Tapi selama mereka tidak menyerang kita atau membahayakan hidup manusia lain, kita juga tidak akan mengusik mereka."
"Jadi ini semacam... perjanjian tidak tertulis, err... tidak terkatakan? Apakah tidak lebih baik kalau kita bertemu mereka dan berdiskusi? Seperti dengan serigala-serigala itu?" tanyaku, memikirkan keputusan Carlisle. Aku tidak meragukannya, Carlisle punya jauh lebih banyak pengalaman mengenai berkonfrontasi dengan kelompok lain dan mengambil keputusan macam ini. Tapi mungkin perjanjian seperti ini seharusnya diketahui kedua belah pihak.
"Tidak. Menurutku mereka sudah mengerti. Mungkin bahkan saat ini merekapun sedang mengadakan diskusi," Carlisle tertawa kecil. "Menurutku mereka sudah tahu apa yang terjadi di sekitar mereka, dan tidak akan mau mengundang perhatian pada diri mereka, jika apa yang kaujelaskan mengenai tindakan mereka yang hati-hati itu benar. Mereka mungkin hanya ingin hidup tenang seperti kita. Yang penting adalah kita tetap waspada. Dan lebih baik mengonsentrasikan pikiran kita pada para vampir baru itu, dan juga Victoria," nada suaranya kembali tajam.
Ia memandang berkeliling ruangan, menunggu adanya laporan dari kami, namun tidak ada yang angkat bicara. "Yah, kita tidak bisa mengharapkan masalah ini terselesaikan begitu saja dengan mudah," katanya tersenyum lemah.
Ya, aku setuju, masalah vampir-vampir baru dan Victoria memang tidak akan terselesaikan dengan mudah. Victoria itu pintar, buktinya sampai sekarang ia masih hidup. Tapi apakah para pendatang baru ini bisa dipercaya?
Untuk kedua kalinya dalam dua hari ini, aku mengatakan dalam hatiku, Ya, mungkin, kita lihat saja nanti...
Labels: fiction
NOTE: Kalimat/kata-kata yang dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.
Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.
Chapter 8
TC: Unspoken Agreement
Edward POV
Aku sudah menurunkan Bella di rumahnya, dan sekarang sedang mengemudi dengan kecepatan tinggi menuju rumahku. Alice yang duduk di kursi belakang, memasang wajah tegang.
Apa yang akan kita lakukan, Edward? tanyanya tanpa suara. Dia masih frustasi karena tidak bisa melihat jelas para pendatang baru itu. Sosok-sosok buram dan kabur berkelebatan di benaknya. Kami berdua memang tidak mengatakan apa-apa soal mereka pada keluarga kami, tidak ingin membuat mereka cemas oleh hal yang tidak pasti. Namun sepertinya sekarang kami harus mendiskusikannya dengan mereka.
"Rapat keluarga, Alice."
Ia mengerutkan dahinya sejenak, lalu ekspresi terkejut muncul di wajah porselennya. Benarkah...? tanyanya shock, namun kemudian ia mengangguk. Dari kelebatan pikirannya aku tahu apa yang ia lihat. Itu adalah diriku, mengakui bahwa aku tidak bisa membaca pikiran para pendatang baru di depan keluargaku.
Dua detik kemudian kami sampai di depan rumah. Dengan cepat kami keluar dari mobil dan berlari masuk rumah. Sesampainya di ambang pintu depan, aku berkata dengan suara normal, "Tolong berkumpul di ruang makan," dan melesat menuju ruangan itu. Anggota keluargaku satu persatu berdatangan dari berbagai ruangan di dalam rumah. Bahkan Carlisle pun ada. Hari ini adalah hari libur yang dengan enggan harus diambilnya agar tampak normal seperti manusia lain.
Pikiran mereka saat memasuki ruang makan bervariasi, namun rata-rata mereka kebingungan dan bertanya-tanya apa alasan aku meminta mereka berkumpul di ruang makan. Ruangan ini secara praktis tidak pernah kami gunakan sesuai fungsinya, karena kami tidak pernah makan. Bukan makan yang seperti itu, dan jelas bukan di sini. Namun bila ada rapat keluarga, atau ada hal penting yang ingin kami sampaikan, kami menyampaikannya di sini.
Seperti pada saat mengadakan voting tentang kemanusiaan Bella, batinku getir mengingat pertemuan terakhir yang di adakan di sini.
Semua orang telah duduk di tempat masing-masing, mengitari meja, begitu pula aku. Carlisle duduk di tempat kepala keluarga biasanya duduk. Ia menatapku, dan mengatakan dalam pikirannya, Kau bisa mulai, Edward.
Aku mengangguk sekali, lalu memulai. "Kemarin, saat aku ke rumah Bella, aku sempat melihat surat kabar tentang berita orang-orang hilang di Seattle. Tapi―" aku menekankan, tahu bahwa ada yang berniat menginterupsiku, "―bukan itu yang ingin aku bicarakan. Setelah aku membaca itu, Bella berusaha mengalihkan perhatianku dan memberitahuku bahwa ada penghuni Forks baru."
Aku memandang Carlisle, dan ia mengkonfirmasi, "Ya, aku sempat mendengarnya. Katanya satu keluarga dimana orangtua mereka misionaris, dan mereka punya enam orang anak angkat yang empat orang bersekolah di sekolahmu, tiga di tingkat Senior sepertimu dan satu dua tingkat di bawahmu. Dua orang lainnya bersekolah di Sekolah Dasar. Dan aku juga sempat mendengar bahwa ternyata orangtua mereka tidak ikut pindah kemari. Mereka pergi ke negara lain atau semacamnya. Yang mengambil sertifikat rumah mereka adalah anak mereka yang paling tua." Kabar terakhir itu baru untukku, namun aku hanya mengangguk. Dari nada suaranya, aku bisa menebak bahwa Carlisle juga punya sedikit kecurigaan terhadap mereka.
"Nah, aku sempat mencurigai mereka. Sangat jarang ada keluarga yang mau mengangkat anak sampai enam orang, bahkan misionaris sekalipun. Karena itu, aku mulai mencurigai bahwa mungkin mereka ada kaitannya dengan pembantaian di Seattle. Ya, Jasper," aku memotong lagi, sudah tahu apa yang dipikirkannya, "aku tahu bahwa yang mengacau di Seattle adalah vampir baru, dan vampir baru tidak mungkin berada dalam satu keluarga dengan damai, apalagi membaur dengan manusia. Aku hanya menebak-nebak, mungkin saja mereka adalah vampir yang mengubah vampir-vampir baru itu. Atau mungkin vampir yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian ini sama sekali. Aku juga tahu bahwa ada berbagai kemungkinan, apalagi dengan fakta bahwa dua anggota keluarga mereka masih anak-anak. Yang jelas mereka membangkitkan rasa penasaranku."
"Karena mereka juga baru saja tiba kemarin siang, maka aku tidak bisa mengumpulkan informasi dengan cara membaca pikiran orang-orang, dan karena sudah malam, aku tidak bisa melacak mereka." Bukannya aku bermasalah dengan malam hari, atau aku butuh tidur. Kami kaum terkutuk tidak memerlukan tidur, dan kami bisa melihat dalam gelap. Tapi pada malam hari aku menemani dan menjaga Bella. Bellaku yang manis dan lugu bisa menarik bahaya bahkan hanya dengan bernapas. Saat ini paling tidak ada seorang vampir yang ingin menghabisi nyawanya. "Jadi aku menunggu sampai keesokan harinya―hari ini―untuk bertemu dengan mereka dan mengamati mereka."
"Di pagi hari aku tidak bertemu mereka, namun aku sempat melihat mobil mereka, Maserati Quattroporte," aku mendengar pikiran kagum dari Rosalie, dan juga Emmett bersiul, "yeah, mobil itu memang keren sekali, Emmett, sangat mahal. Lalu, aku sepanjang pagi berusaha mencari lewat benak anak-anak di sekolah, dan mungkin secara kebetulan aku bisa bersentuhan dengan benak anak-anak baru itu. Hasilnya nihil, Alice dan aku tidak pernah sekelas dengan mereka, dan aku juga tidak bersentuhan dengan benak mereka. Dari sinilah dimulai masalahnya." Postur orang-orang di sekeliling meja menegang, setengah takut, setengah penasaran. Kalau aku sudah mengatakan masalah, maka itu pasti hal yang serius.
"Alice sudah mencoba sejak kemarin, dan sepanjang pagi ini, namun ia tidak bisa melihat masa depan anak-anak baru itu dengan jelas," kataku. Semua mata beralih memandang Alice.
Ia tersenyum cemas. "Ya, aku sudah mencoba memeriksa masa depan mereka sejak kemarin, namun yang aku lihat hanyalah gambaran buram. Bukan menghilang seperti kalau aku berusaha melihat masa depan para werewolf itu, atau terpotong-potong dan tidak jelas seperti kalau masa depan sedang tidak pasti atau seseorang terus mengubah-ubah keputusannya. Aku masih bisa melihat sosok-sosok mereka, tapi gambarannya... kabur, aku tidak bisa melihat wajah mereka, pakaian yang mereka kenakan, terkadang bahkan latar termpat mereka berada. Tapi biasanya aku bisa melihat tempat dan orang-orang di sekitar mereka. Sampai sekarang masih sama, aku tidak bisa melihat mereka dengan jelas."
"Sama halnya denganku. Sepanjang pagi aku mencoba melihat mereka melalui pikiran anak-anak yang bertemu dengan mereka. Aku bisa mendengar apa saja yang mereka katakan tentang anak-anak baru itu, tapi aku tidak bisa menarik gambaran sosok-sosok mereka dari benak siapapun juga. Semuanya hanya bayangan buram saja," aku mengangkat bahu, tidak tahu penjelasan akan hal ini.
"Kami akhirnya bertemu dengan mereka di kafetaria. Tapi aku tak bisa segera membaca pikiran mereka, karena begitu mereka masuk ke ruangan, meskipun ruangan jadi sunyi senyap, pikiran-pikiran anak-anak lain berteriak-teriak membombardirku, membuat telinga mentalku tuli. Dan kau tidak akan mau mendengar apa saja yang dikatakan anak-anak itu, Emmett," aku memelototi Emmett yang tersenyum lebar seperti anak umur lima tahun yang ketahuan mengambil kue dari stoples. "Jadi aku memutuskan untuk mengamati mereka dari penampilan luar mereka."
"Mereka berjalan dengan keanggunan dan keluwesan seorang model, seorang vampir. Tapi aku bisa memastikan bahwa mereka bukan vampir. Kulit mereka seperti manusia normal, kuning atau cokelat terang, bahkan salah satunya berkulit gelap. Mereka juga bermata cokelat, biru dan hijau. Ada yang berwarna hitam, tapi kurasa itu bukan dari haus darah. Tapi kondisi yang lainnya... Mereka semua luar biasa menawan. Aku tidak menyangka aku akan pernah mengatakan hal seperti itu, tentang orang lain," aku tertawa kecil, lalu cepat menguasai diri.
"Mereka semua luar biasa menawan. Tubuh mereka sempurna, seperti model, bahkan mungkin lebih sempurna dari kita. Suara mereka juga enak didengar. Mereka seperti tidak terlalu peduli dengan sekitarnya, mereka bahkan tidak menoleh dan memperhatikan aku dan Alice dengan kagum atau semacamnya. Mereka juga tidak terlihat merasa gugup atau takut seperti anak-anak baru pada umumnya. Antisipasi memang ada pada mata mereka, tapi bukan antisipasi pada apakah mereka akan dapat teman atau tidak, melainkan seperti antisipasi pada... bahaya," dalam benakku melintas lagi sorot mata dan sikap tubuh Max dan Nick. Keluargaku saling menukar pandang satu sama lain.
"Tidak hanya itu yang aneh pada mereka. Waktu kuperhatikan, mereka mengambil makanan dengan porsi tiga kali manusia pada umumnya. Dan mereka memang memakan semua―"
"Apa mereka bau?" tiba-tiba Emmett menyela.
"Maaf?" aku mengangkat satu alisku ke atas, setengah heran, setengah jengkel pada Emmett. Apakah ia tidak bisa memilih waktu lain untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan konyolnya?
"Apa mereka bau?" ulangnya, memutar bola matanya, "Apakah aroma mereka membuatmu ingin muntah? Kau tahu, mungkin saja mereka werewolf. Kalau melihat selera makan mereka yang mirip anjing, bisa saja kan? Aku tidak selalu memikirkan hal-hal bodoh, kalau itu yang kau pikirkan, Eddie."
Aku mengabaikan komentarnya yang terakhir, mengerutkan dahiku selama sedetik dengan bingung. "Tidak, kukira mereka bukan werewolf. Tubuh mereka tidak besar-besar seperti kawanan La Push itu, malah sebaliknya, mereka terlalu ramping kalau kupikir-pikir. Mereka juga tidak berkulit gelap, well, tidak semuanya. Dan bau mereka―" aku mengingat-ingat, "―saat mereka melewati mejaku, aku terlalu berkonsentrasi mengabaikan teriakan-teriakan mental dan juga memperhatikan mereka. Jadi aku tidak sempat mencium aroma mereka. Tapi kalo mereka werewolf, aku atau Alice pasti menyadarinya. Apakah kau mencium sesuatu yang aneh pada aroma mereka, Alice?" tanyaku, menoleh pada Alice.
"Tidak," jawabnya singkat, ia tengah mengerutkan keningnya, tampak berkonsentrasi. Aku cuma menganggap itu angin lalu, mungkin ia sedang berkonsentrasi melihat masa depan mereka lagi.
"Ya, setelah itu, aku mencoba mendengar percakapan mereka, tidak ada yang mencurigakan. Kecuali waktu mereka bergurau soal makanan mereka―tapi itu tidak penting," kataku buru-buru melanjutkan, "Lalu saat itu aku sadar bahwa teriakan-teriakan mental itu sudah berkurang jauh, jadi aku berusaha menggapai pikiran mereka. Aku menemukannya dan mencoba masuk, tapi―" Aku menghela napas panjang sebelum memberitahukan berita yang pasti memukul keras keluargaku.
"―aku tidak bisa mendengar benak mereka."
Kali ini benar-benar sunyi. Tidak ada yang bergerak maupun bernapas. Bukan berarti kami membutuhkannya. Emmett bahkan tidak melontarkan komentar konyolnya. Yang lebih mengagetkan, benak merekapun sunyi.
Untuk beberapa detik.
Karena dengan segera aku segera dibombardir dengan berbagai pertanyaan mental dari berbagai arah.
Bagaimana ini bisa terjadi, Edward, kenapa kau tidak mengatakannya dari awal pada kami―
Hmm... Menarik... Kalau saja aku bisa bertemu―
APAA?! Bagaimana bisa? Bagaimana kalau ternyata mereka orang jahat dan berniat melakukan hal yang berbahaya bagi kita. Aku tidak mau pindah-pindah lagi. Bukan berarti kita akan tinggal lama di sini. Sebentar lagi juga kita akan ke Alaska. Tapi tetap saja―
Apakah semua ini seperti kasus Bella, Edward? Kalau ya―
Eww, ya, hebat sekali, setelah penglihatanku tidak berfungsi, kau juga―
Wow, keren! Bagaimana cara mereka melakukannya?! Kalau itu bisa dipelajari, aku mau saja melakukannya. Mengosongkan pikiran sepanjang waktu darimu melelahkan Ed―
Aku memijat pelipisku, memutar telunjukku dalam lingkaran kecil untuk mengurangi sakit kepala. Vampir bisa sakit kepala? Benar...
"Bisakah kalian tidak berteriak-teriak?" kataku dengan suara jengkel. Dengan segera semua teriakan itu berkurang, dan aku mendengar gumaman 'maaf' pelan baik secara mental maupun fisik. Carlisle dan Esme melontarkan pandangan bersalah padaku.
"Oke. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tidak, tidak seperti Bella. Pada kasus Bella, aku merasakan pikirannya di situ, tapi pikiran itu sunyi, kosong begitu saja. Sementara mereka... Aku bisa merasakannya, menyentuhnya, namun kemudian seakan ada yang mendorongku, tiba-tiba ada dinding bata yang menghalangiku dari membaca pikiran mereka semua. Seakan mereka tahu apa yang akan aku lakukan dan segera memblok pikiran mereka―"
"―karena itulah gadis pirang itu tiba-tiba berbalik dan menatapmu dengan tatapan shock! Dia tahu kalau kau mencoba membaca pikirannya!" potong Alice, matanya melebar.
Aku mengangguk. Dan aku ingat sedikit melihat kelebatan marah, kemudian determinasi, seakan gadis itu akan mendatangiku dan menarik kerahku sampai aku terangkat dari tanah untuk mendapatkan jawaban dariku, dan kalau aku tidak menjawab, ia akan mencabik-cabik tubuhku atau mematahkan leherku. Seakan dia mampu saja, melakukan itu pada vampir. Kalau saja aku tidak tahu lebih jauh, aku pasti akan tertawa pada pikiran seperti itu. Sayangnya aku tahu kalau ada kemungkinan―dan kemungkinan itu sangat besar―dia mampu melakukannya. Untung saja Lauren mengalihkan perhatiannya, meskipun dengan cara yang sama sekali tidak... pantas.
"Aku belum selesai. Ternyata mereka sekelas dengan kami di Biologi, dan mereka harus memperkenalkan diri mereka. Gadis yang berambut pirang-coklat bernama Max Martinez, yang berambut cokelat ikal dan berkulit gelap, juga tidak bisa berhenti bicara dan melompat-lompat―," aku melirik Alice dan menyeringai, "bernama Krystal, dia somophore dan bernama belakang Ride, menurut pikiran teman sekelasnya. Lalu laki-laki berambut hitam adalah Nicholas Ride atau Nick, yang terakhir dengan rambut pirang dan mata biru berkabut, karena dia buta―"
"Dia buta?" Emmett praktis berteriak mendengar hal itu.
"―ya, dia buta, dan namanya Jeffrey Ride, atau Jeff. Dan dia mengatakan hobinya adalah memasak dan bereksperimen dengan bahan kimia dan kabel-kabel. Jangan tanya padaku bagaimana. Aku tidak tahu," kataku sebelum ada yang menyuarakan apa yang ada di pikiran mereka. Mata mereka semua seakan ingin keluar dari rongganya.
"Saat di kelas, mereka tidak berbuat hal-hal yang mencurigakan, dan bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar, bahkan soal susunan DNA yang rumit, tanpa melihat buku. Lalu saat PE..." aku berpandangan dengan Alice.
"Saat PE, mereka semua ikut pelajaran, bahkan Jeff, yang buta. Hari itu kami lari keliling lapangan. Pada awalnya mereka berlari di belakang. Menanya-nanyai jessica Stanley mengenai Edward, jadi Max pasti sudah tahu bahwa Edward yang berusaha membaca pikirannya. Lalu Max bilang ia bosan, dan menantang kedua saudaranya untuk balapan. Dan mereka berlari sangat cepat untuk ukuran manusia... Dalam hitungan belasan detik mereka sudah sampai di barisan keempat atau kelima. Dan aku juga menyadari sesuatu," Alice melirikku. Aku menyipitkan mataku, apa yang dia sadari dan aku tidak?
"Saat Jeff berlari menghindari orang-orang dan melewati kita, aku sadar bahwa detak jantungnya... terlalu cepat untuk manusia. Dan juga sebenarnya aku sempat mencium aromanya. Aromanya... tidak ada. Bukan, tidak ada mungkin kata yang kurang tepat. Uhh, aku menangkap sedikit aroma mint atau aroma udara setelah hujan. Ya, seperti itulah kira-kira, aroma mereka seperti angin, seperti udara segar," katanya mengangguk, seakan puas ia berhasil mengungkapkannya dengan kata yang tepat.
Untuk kesekian kalinya ruangan kembali sunyi.
Namun aku tidak terlalu memperhatikan hal itu. Otakku sibuk berpikir, makhluk macam apa yang aroma tubuhnya―darahnya―seperti angin? Jenis kami, vampire, membawa aroma yang bervariasi namun manis, menggiurkan bagi manusia. Werewolf, mereka berbau menjijikan untuk kami, juga musuh abadi kami. Manusia punya aroma yang berbeda-beda, beberapa lebih manis dibanding yang lainnya, menandakan bahwa mereka adalah mangsa alami kami. Binatang, aroma mereka tidak semenggoda manusia, tapi juga bisa dibilang menarik bagi kami. Binatang predator aromanya lebih menggiurkan dibanding herbivora. Ikan―aku bahkan mempertimbangkan kemungkinan kalau mereka manusia duyung, haha, aku tahu, konyol sekali―beraroma amis, hampir seperti werewolf, hanya saja tidak membuat kami ingin muntah. Aku tidak tahu soal rasanya, aku tidak pernah meminum darah ikan yang anyir itu.
Makhluk apa lagi yang belum aku sebutkan? Di kalangan makhluk mistis yang mungkin saja ada... Mumi? Aku tidak melihat perban sama sekali, lagipula aku membayangkan aroma mereka akan lebih menyesakkan seperti aroma kematian―yep, aroma ini memang ada, kau mungkin tidak bisa menciumnya, tapi kau bisa merasakannya di udara―atau semacamnya. Faerie―peri? Kukira aku sudah melewati tahap membaca buku dongeng sebelum tidur, dan peri itu fictional. Yeah, dan vampir bisa berubah jadi kelelawar dan tidur di peti mati, pikirku pada diriku sendiri sarkastis.
Bagaimana dengan Demon―setan? Apakah mungkin demon beraroma seperti angin? Err... Angel―malaikat? Ha, aku tidak percaya kalau kami punya jiwa, dan juga ada surga untuk kami kaum terkutuk, dan sekarang aku memikirkan malaikat dan setan. Tapi surga untuk manusia, untuk Bellaku yang baik dan tidak egois, pasti ada... Baiklah, aku kehabisan ide makhluk mistis. Jadi, mereka itu sebenarnya apa?
"Jadi, apa yang kita lakukan sekarang?" suara Rosalie membawaku kembali ke kenyataan, menyuarakan pertanyaan yang ada di benak semua orang. Semua memandang Carlisle penuh antisipasi.
Ia menutup matanya sejenak untuk memilah-milah pikirannya, dan membukanya saat pikirannya sudah tenang. "Kita... menunggu."
Berbagai variasi dari "Apa?!" terdengar di ruangan, bersahutan selama beberapa saat.
Carlisle menunggu ruangan tenang kembali, barulah ia melanjutkan berbicara. "Kita tidak bisa melakukan apa-apa tentang mereka. Kita tidak tahu mereka itu apa. Tapi sepertinya mereka tidak punya niat buruk terhadap kita. Mereka memang berbeda, mereka punya kelebihan di banyak aspek, dan mereka bisa menghalau bakat Alice dan Edward. Juga ada kemungkinan bahwa mereka sudah tahu ada yang berbeda dengan kalian, bahkan mungkin mereka tahu kalian ini apa. Itu mungkin berbahaya, tapi itu juga bisa jadi peringatan bagi mereka untuk tidak berbuat macam-macam di daerah sini. Kita akan tetap mengawasi mereka. Tapi selama mereka tidak menyerang kita atau membahayakan hidup manusia lain, kita juga tidak akan mengusik mereka."
"Jadi ini semacam... perjanjian tidak tertulis, err... tidak terkatakan? Apakah tidak lebih baik kalau kita bertemu mereka dan berdiskusi? Seperti dengan serigala-serigala itu?" tanyaku, memikirkan keputusan Carlisle. Aku tidak meragukannya, Carlisle punya jauh lebih banyak pengalaman mengenai berkonfrontasi dengan kelompok lain dan mengambil keputusan macam ini. Tapi mungkin perjanjian seperti ini seharusnya diketahui kedua belah pihak.
"Tidak. Menurutku mereka sudah mengerti. Mungkin bahkan saat ini merekapun sedang mengadakan diskusi," Carlisle tertawa kecil. "Menurutku mereka sudah tahu apa yang terjadi di sekitar mereka, dan tidak akan mau mengundang perhatian pada diri mereka, jika apa yang kaujelaskan mengenai tindakan mereka yang hati-hati itu benar. Mereka mungkin hanya ingin hidup tenang seperti kita. Yang penting adalah kita tetap waspada. Dan lebih baik mengonsentrasikan pikiran kita pada para vampir baru itu, dan juga Victoria," nada suaranya kembali tajam.
Ia memandang berkeliling ruangan, menunggu adanya laporan dari kami, namun tidak ada yang angkat bicara. "Yah, kita tidak bisa mengharapkan masalah ini terselesaikan begitu saja dengan mudah," katanya tersenyum lemah.
Ya, aku setuju, masalah vampir-vampir baru dan Victoria memang tidak akan terselesaikan dengan mudah. Victoria itu pintar, buktinya sampai sekarang ia masih hidup. Tapi apakah para pendatang baru ini bisa dipercaya?
Untuk kedua kalinya dalam dua hari ini, aku mengatakan dalam hatiku, Ya, mungkin, kita lihat saja nanti...
Labels: fiction
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home