Hiding In The Dark Corner: Chapter 9
NOTE: Kalimat/kata-kata yang ditebalkan dan dimiringkan seperti ini adalah pikiran Angel. Sementara kalimat/kata-kata yang cuma dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.
Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.
Chapter 9
The Day After
Max POV
Keesokan harinya keputusanku mulai diterapkan. Angel dan Gazzy kurang lebih bisa menjalani hari-hari sekolah yang normal, karena di sekolah mereka tidak ada sesuatupun yang mencurigakan, namun kami berempat, yang satu sekolah dengan Edward dan Alice Cullen harus lebih waspada. Saat sarapan pagi aku mengingatkan empat anggota kawananku yang lebih tua untuk berhati-hati dan tidak mengundang masalah. Aku tidak meragukan kemampuan mereka membaur. Mereka pemain sandiwara yang sama hebatnya denganku.
Saat aku memasuki halaman sekolah dengan Maseratiku, lapangan parkir sudah hampir penuh. Namun ada lahan kosong dua mobil dari Volvo perak Edward. Pilihan apa lagi yang kupunya? Tentu saja aku menyambar lahan itu, dan memarkirkan mobilku dengan mulus. Aku dan ketiga saudaraku keluar dari mobil dengan santai, dan aku mencuri pandang ke arah Volvo itu. Alice dan Edward juga baru keluar dari mobil. Saat Edward dan aku bertemu pandang―sangat singkat, dua detik paling lama―ia mengangguk sopan. Anggukan itu mempunyai dua arti, sejauh itu aku tahu. Ia memberi salam, dan ia memberi tanda bahwa ia tahu kami ini tidak normal.
Kuputuskan untuk memberinya tanda sekaligus peringatan. Aku membalas anggukannya dan menyeringai kecil, lalu segera menghapus segala jejak ekspresiku sebelumnya dan menggantinya dengan wajah polos berhiaskan seulas senyum sopan. Kalau ia pintar, ia akan menerjemahkannya sebagai Aku mengerti, aku tahu kau juga punya rahasia, dan aku akan bersikap baik selama kau tidak macam-macam denganku dan keluargaku. Kalau dia sama bodohnya dengan cowok-cowok kelebihan hormon yang kemarin mengerubuti Maseratiku, ia akan mengartikannya sebagai Aku tertarik padamu, aku menginginkanmu, aku tahu kau menginginkanku juga dan mari kita bermain api di belakang pacarmu. Eww.
Dengan terkejut―namun senang―aku mendapati bahwa hari-hari berikutnya berjalan lumayan normal, seakan kami tidak menemukan keanehan pada diri satu sama lain. Well, tapi aku tahu bahwa Edward dan Alice Cullen tahu mengenai kami, sikap mereka yang sedikit kaku dan formal, dan di mata mereka terdapat antisipasi yang bisa kudapati terdapat di mataku juga. Tapi mereka tidak melakukan hal yang aneh-aneh, dan dalam hati aku tahu bahwa mereka sudah mencapai kesepakatan bahwa mereka tidak akan menganggu kami, bahkan sebelum aku memberinya peringatan di lapangan parkir.
Kami tidak banyak berinteraksi satu sama lain, namun saat berinteraksi kami seperti saling mengamati dan mempelajari. Tapi mereka tidak mendorong aspek itu dan berusaha menyelidiki kami. Mengetahui sedikit lebih banyak tentang sekutumu bisa dibilang adalah... keuntungan sampingan. Bukan berarti mereka akan mendapatkan informasi mengenai kami dengan mudah. Sekali lagi, aku benar-benar bangga pada kawananku yang merupakan aktor dan aktris dengan bakat alami.
Namun lain halnya dengan Bella. Yeah, dia yang disebut-sebut sebagai pacarnya Edward. Sebaliknya dari Alice dan Edward Cullen, Bella justru sepertinya bersemangat untuk dekat dan mengenal kami. Mungkin Bella tidak tahu apa-apa tentang keanehan kami? Apa benar Edward belum menceritakannya? Yah, aku hanya perlu tetap waspada dan mengawasi semua yang terjadi di sekitarku.
***
Bella POV
Aku tidak sempat berkenalan dengan anak-anak baru itu. Aku sama sekali tidak berniat untuk ‘mempergunakan’ mereka―seperti yang ingin dilakukan Jessica, menurut Edward―atau menggoda cowok-cowok Ride itu―menurut Edward juga, katanya itu yang dipikirkan sebagian besar cewek di sini. Edward mengatakan bahwa ia lega, karena untuk pertama kalinya tidak ada yang memandangnya dengan tatapan ‘menggoda’, padahal sudah jelas ia sudah punya pacar. Aku. Dan ia juga lega bahwa tidak ada lagi―atau tidak banyak lagi, lebih tepatnya―cowok yang memandang aku seakan aku ini sepotong daging, perhatian mereka semua tertuju pada Martinez dan cewek Ride itu. Aku sama sekali tidak bisa menyalahkan cowok-cowok itu.
Tapi aku ingin berkenalan dan membantu mereka. Selain karena aku tahu bahwa menjadi murid baru di sebuah sekolah baru bisa menjadi menyebalkan, dengan segala macam perhatiannya, terutama karena ini adalah Forks yang berpenduduk sedikit, sehingga orang baru akan sangat mencolok, menurutku mereka juga sangat menarik. Tidak hanya dari segi fisik saja, namun dari segi kepribadian dan segala hal yang mereka lakukan. Well, aku baru mengamati mereka tak lebih dari beberapa jam, mungkin hanya tiga jam, kalau ditotal. Namun tiga jam sudah cukup bagiku untuk menyatakan bahwa mereka memang menarik.
Max Martinez, gadis berambut pirang-coklat, memiliki bermata coklat sepertiku. Tindak tanduknya dan penampilannya mengatakan padaku bahwa ia suka kepraktisan. Aku mungkin tidak terlalu tahu tentang fashion―baiklah, aku sama sekali tidak tahu apa-apa soal fashion―tapi bahkan akupun bisa melihat bahwa di luar pakaiannya yang manis dan cocok untuknya, pakaian itu tidak merepotkan dan memudahkannya bergerak. Tingkah laku dan gerakannya juga tidak ada yang sia-sia. Mungkin saja tebakanku ini salah, tapi kita lihat saja beberapa hari ke depan.
Saat memperkenalkan diri, ia mengatakan bahwa hobinya adalah makan. Mungkin itu benar, mengingat porsi yang dihabiskannya saat makan siang. Kecantikannya tidak perlu diragukan lagi. Ia seperti seorang Rosalie, dalam hal fisik. Tapi ia seperti tidak memperhatikan penampilannya. Seperti kubilang, praktis. Ia juga nampaknya baik sekali dan perhatian terhadap keluarganya.
Nicholas Ride―atau Nick, menurut yang kudengar―terlihat penyendiri dan jarang bicara. Pakaiannya serba hitam dan sikapnya serius. Kau lihat tidak, ia bahkan menolak Lauren saat makan siang. Bukan berarti aku mengatakannya tidak bisa menilai ‘penggoda’ saat ia melihat salah satunya, namun kukira mungkin kebanyakan cowok―tidak termasuk Edward―akan menyukai cewek-cewek gampangan yang berpakaian seksi dan cantik―meskipun cantik buatan, dengan make-up dan sebagainya―tapi rupanya aku menilainya terlalu rendah.
Sikap seriusnya meluntur saat ia bersama keluarganya, aku melihat ia tertawa saat makan siang, ia terlihat lebih tampan saat tertawa lepas seperti itu―aku tetap setia pada Edward, tentu saja, aku tidak akan berpaling dari Edward hanya karena menganggap seseorang tampan. Nick sepertinya sangat melindungi Max, hal itu terlihat dari tindak tanduknya. Aku juga melihat bahwa mata Nick melembut saat menatap Max. Aku mungkin belum mengenal mereka lama, namun aku tahu pandangan itu. Itu pandangan yang diberikan Edward setiap kali ia menatapku. Aku bertanya-tanya, apakah ia dan Max bersama-sama? Tapi Max sepertinya bersikap biasa saja, kecuali saat ia memandang Nick saat ia mengira tidak ada yang melihat. Saat perkenalan, ia mengatakan bahwa ia suka menulis. Apa yang ia tulis? Cerita? Lagu? Ataukah mungkin puisi cinta untuk Max? Aku ingin sekali membacanya, kalau bisa...
Jeff Ride, satu lagi pribadi yang menarik. Ia buta, sangat jelas, namun ia tak kalah menariknya dengan saudara-saudaranya. Sikapnya seperti orang yang tidak membutuhkan bantuan di tempat apapun, ia bisa berjalan dengan sangat elegan, ia bahkan tidak pernah tersandung―dan aku yang ‘normal’ tersandung udara kosong beberapa kali sehari, hebat sekali―maupun menabrak apapun. Di depan kelas ia mengatakan bahwa ia suka memasak dan melakukan percobaan kimia dan listrik―itu kan gunanya kabel-kabel itu?―yang jelas-jelas membuat semua orang bingung. Maksudku, bagaimana caranya ia melihat apa yang dipotongnya, bagaimana kalau ia terbakar atau menumpahkan minyak, dan banyak hal lainnya. Lalu, bahan-bahan kimia juga merupakan benda yang berbahaya, bagaimana juga cara ia melihat warna-warna bahan-bahan tersebut dan kabel-kabel listriknya? Tapi tidak ada yang mempertanyakan hal itu.
Satu orang lagi, kudengar ia bernama Krystal Ride. Aku belum pernah berada dekat dengannya, jadi aku tidak bisa berkata banyak tentangnya. Aku hanya bisa menyimpulkan bahwa ia sejenis dengan Alice, yang suka melompat-lompat dan berbicara. Ia terlihat juga sering tertawa. Dilihat dari pakaiannya yang bermerek dan penampilannya, mungkin ia suka berbelanja juga seperti Alice. Selain itu, aku tidak bisa bicara apapun tentangnya.
Mereka semua cantik dan luwes, sudahkah aku mengatakan itu? Ya, sepertinya sudah. Aku juga menemukan saat kelas Biologi bahwa paling tidak tiga diantara mereka memang pintar―mereka bisa menjawab semua pertanyaan Mr. Banner―bahkan Iggy bisa menyebutkan rantai DNA salah satu jenis spesies tertentu, aku lupa nama spesiesnya. Di PE, mereka juga ikut berolahraga bahkan di hari pertama mereka. Dan Jeff juga ikut berpartisipasi. Mereka bisa dibilang cepat―seharusnya aku sudah tidak heran lagi... ―dan mereka juga bahkan tidak berkeringat atau memiliki rambut yang kusut atau berantakan.
-
Keesokan harinya datang. Aku sudah bertekad akan menyapa dan mencoba berteman dengan mereka. Saat di lapangan parkir, Edward menganggukkan kepalanya pada mereka, yang dibalas seringai, lalu senyuman sopan oleh Max. Apa-apaan itu? Ups... Sabarlah, Bella, kau tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan... Biarpun aku masih penasaran tentang apa sebenarnya itu. Aku tidak sempat mengatakan apapun saat itu, Edward menarikku ke kelas pertama kami.
Selama pelajaran pagi aku tidak terlalu bisa berkonsentrasi. Bukan hanya karena tangan Edward yang terkadang membelai kakiku, atau pesan-pesan tertulis yang kami saling kirim di meja, namun juga pikiran tentang anak-anak baru itu. Apakah sebaiknya aku mengundang mereka ke meja kami saat makan siang? Mereka tidak tampak terpengaruh atau terintimidasi dengan superioritas Edward dan Alice. Mungkin itu disebabkan mereka sendiri terlihat superior, meskipun mereka itu manusia, bukan vampir. Mungkin Alice akan menemukan teman baru untuk diajak berbelanja, jadi ia tidak akan bermain Bella Barbie lagi dan menyiksaku berjam-jam hanya untuk makeover.
Tapi sayangnya saat makan siang mereka duduk di meja mereka, seperti kemarin. Berempat mereka tertawa-tawa dan bercakap-cakap lagi, terlihat sangat lengkap dan harmonis. Aku seakan sedang menonton salah satu adegan film saat melihat mereka. Memori tahun lalu saat aku memandangi meja keluarga Cullen seperti terulang lagi di hadapanku, hanya saja pemerannya berbeda. Aku tadinya berniat menghampiri mereka, namun Edward mengalihkan perhatianku dengan ciuman-ciumannya di leher dan bahuku, dan juga napasnya yang dingin ketika ia berbisik di telingaku. Jantungku berdetak tak tentu irama, seperti biasa kalau aku berada bersamanya. Terkadang cepat, terkadang tetap dan lambat.
Biologi datang. Kami duduk di tempat duduk kami masing-masing, dan ternyata Mr. Banner memiliki urusan di ruang guru sehingga ia hanya memberi kami tugas dan meninggalkan kami. Ini kesempatan bagus! Karena itu aku segera bangkit dari kursiku, dan menghampiri meja Max, yang sedang mengerjakan tugasnya. Edward ikut bangkit dari kursinya, dan mengikuti di belakangku.
Max tidak mendongak dari pekerjaannya saat aku datang. Nick dan Jeff juga tidak mengatakan apapun. Jeff sedang menulis di selembar kertas putih―bagaimana caranya ia bisa menulis rapi dan hampir sebagus Edward padahal ia tidak bisa melihat?!―sementara tangannya yang lain meraba-raba buku braillenya, namun senyum di bibirnya seolah mengejek, entah apa yang diejeknya.
“Halo, Max,” kataku memulai, sedikit meringis. Duh, bukan kalimat yang terdengar cerdas untuk memulai percakapan. Tapi aku tidak bisa memikirkan pembuka yang lain, jadi, itu yang kukatakan.
Max mendongak dari pekerjaannya, dan Nick dan Jeff menoleh ke arahku. Dari sudut mataku aku juga melihat beberapa orang siswa memperhatikan kami, berbisik-bisik. Yang lainnya tetap mengobrol seperti biasa atau mengerjakan tugasnya. Max tidak memandangku, namun memandang Edward, menaikkan satu alisnya. Edward hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Sebenarnya apa yang mereka lakukan? Apakah mereka sudah saling kenal? Jangan-jangan, Max...?! Uhh... Tenang Bella...
Mata Max beralih padaku, lalu dengan nada bingung ia menjawab, “Err, halo?”
Aku tersenyum melihatnya, dan memperkenalkan diriku, “Umm, aku Isabella Swan, namun kau bisa memanggilku Bella. Dan ini Edward Cullen, pacarku,” ujarku menekankan pada kata terakhir, tersenyum semanis yang aku bisa. Aku tidak mengerti maksudnya apa, namun ya... “Kalau kalian butuh bantuan kami untuk hmm... mengejar ketertinggalan pelajaran kalian―” yeah, alasan yang bagus sekali, Bella, kau sendiri tahu bahwa mereka pintar, setidaknya di Biologi, namun dengan penjelasan Jeff yang rinci kemarin, apa bisa kau meragukan intelegensi mereka di mata pelajaran lainnya? “―atau butuh bantuan untuk hal lain, kami akan dengan senang hati membantu.” Senyumku memudar menjadi senyum ragu, kemudian mengulurkan tanganku.
Max tersenyum sedikit sinis―atau geli? Tidak, itu pasti sinis―dan memperhatikan wajahku, kemudian beralih pada tanganku yang terulur. Beberapa detik kemudian barulah ia menjabat tanganku. “Max,” katanya singkat. Aku melihat Nick, yang sedang mendelik ke arah Edward, aku tidak mengerti apa masalah mereka. Err... apa Nick cemburu karena Max berinteraksi dengan Edward? Delikannya beralih padaku... Apa? Memangnya apa salahku?!
“Nick,” katanya setelah beberapa saat. Aku mengangguk, dan terdengar suara tawa tertahan dari sampingku, membuatku menoleh. Jeff sedang memandang Nick dengan ekspresi puas, sementara Nick beralih mendelik kepadanya, lebih tajam daripada delikannya pada Edward dan padaku. Max menoleh ke belakang, dan memberi Jeff pandangan tidak menyetujui, membuat Jeff langsung berhenti.
”Maaf, Max, aku hanya merasa lucu melihat―err...maksudku, merasakan―gambar penguin di salah satu halaman bukuku,” jawabnya sambil nyengir puas. Max hanya memutar kepalanya dan kembali pada pekerjaannya. Nick melempar satu lagi pandangan tajam―yang diabaikan Jeff sepenuhnya―sebelum kembali menunduk membaca bukunya. Jeff masih tersenyum lebar, senyuman yang membuatku merasa bahwa bukan penguin yang membuat ia tertawa. “Oh, aku Jeff, tapi tentu saja seharusnya kalian tahu itu,” katanya ramah, namun kemudian mengabaikanku dan kembali meraba bukunya.
“Err... Ya,” jawabku, sebelum duduk lagi di kursiku dan berpikir. Aku menoleh memandang Edward, yang ekspresinya netral dan hati-hati. Uh, hari yang aneh...
***
Edward POV
Sejauh ini mereka tidak melakukan apapun yang mencurigakan. Satu-satunya interaksi serius yang menandakan bahwa mereka mengetahui rahasia kami hanyalah pertukaran kecil antara aku dan Max yang terjadi di lapangan parkir di awal hari kedua mereka bersekolah. Aku mengangguk sopan padanya, memasang sesedikit mungkin ekspresi yang tidak perlu. Aku tidak memerlukan kesalahpahaman di waktu seperti ini. Anggukan itu dimaksudkan sebagai Selamat datang di Forks, tolong jangan berbuat onar apapun kalian ini atau kalian dalam masalah. Aku berharap ia mendapat pesannya dengan benar, dengan gestur sederhana dariku itu.
Ia membalas anggukanku dengan anggukan hampir antusias dan ia menyeringai nakal, kemudian dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi ekspresi polos tak bersalah, seakan tadi tidak terjadi apa-apa. Seulas senyum terpasang di bibirnya. Hmm, dia pintar juga membalasku tanpa kata. Kalau ia menerima pesanku dengan benar, maka sepertinya aman bagiku untuk menafsirkan bahwa jawaban darinya adalah Trims, kami tahu, hal yang sama berlaku untukmu, kau macam-macam dengan kami dan kau mati―aku tertawa dalam hati pada penafsiranku sendiri, ha, aku sudah mati sekali, kalau kau tidak memperhatikan―jadi cobalah bersikaplah biasa-biasa saja.
Semoga penafsiranku benar, dan dia bukannya mengirimkan sinyal Halo tampan, kau lumayan juga, mau bertemu di belakang sekolah saat makan siang nanti? Tapi jangan beritahu pacarmu. Aku cukup yakin bahwa Max lebih pintar dari itu, dan tidak berpikiran seperti gadis-gadis berpikiran memuakkan itu, walaupun aksinya tadi amat sangat meyakinkan dan mengatakan sebaliknya. Ya, kita awasi saja mereka dengan ketat.
Semoga Bella tidak melihat seringai dan anggukan antusias Max.
Namun rupanya Bella telah merasa tertarik pada Max dan keluarganya. Padahal belum bisa dipastikan apakah mereka berbahaya atau tidak, meskipun mereka sudah mengatakan bahwa mereka akan bertingkah baik, melalui gestur samar kami. Ah, namun Bella bukanlah Bella jika tidak tertarik―atau bahkan menarik hal yang berbahaya. Bella-ku, magnet bahayaku. Lihat saja, saat aku pergi―mengingatnya bahkan masih menyakitkan bagiku. Bagaimana bisa aku memikirkan untuk meninggalkannya, dan menorehkan pedih di hati malaikat seperti Bella... Aku masih tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena hal itu, meskipun ia memintaku melupakannya saja―Bella malah bersahabat dengan serigala-serigala. Bahkan salah satunya jatuh cinta padanya. Dan serigala yang masih muda pula, yang akan kesulitan mengendalikan emosinya.
Akhirnya, saat Biologi Bella memperkenalkan diri, yang diterima Max dengan baik namun hati-hati. Tidak ada insiden berarti, kecuali Nick yang mendelik tajam padaku. Aku tidak bisa membaca pikirannya, tapi aku bisa mendeteksi sedikit kecemburuan di matanya yang kelam. Jeff mungkin menyadarinya juga―meskipun bagaimana caranya, itu adalah misteri yang mungkin suatu saat bisa kupecahkan, bersama dengan mengapa pikiran mereka bisa diblok dengan mudah dari interferensiku dan bagaimana bisa seorang buta memasak dan bermain dengan bahan kimia namun tidak tampak bekas-bekas luka kecelakaan lab apapun―karena ia tertawa tertahan, namun ia beralasan ia tertawa karena melihat gambar penguin, alasan yang tidak kupercayai. Max sepertinya tidak percaya juga, karena ia memutar bola matanya dan mengabaikan Jeff. Nick mengutarakan ketidak percayaannya dengan mendelik tajam ke arah Jeff yang tidak bisa melihatnya. Usaha yang sia-sia, tapi lucu juga melihatnya.
Sisa hari ini, begitu juga hari-hari berikutnya, minggu-minggu berikutnya, bulan-bulan berlalu tanpa insiden berarti. Kami jarang berinteraksi, hanya bertukar senyum sopan dan beberapa kata. Satu-satunya interaksi berarti selain perkenalan Bella dan Max adalah pertemuan Alice dan gadis somophore itu, Krystal. Bella masih berusaha mendapatkan teman dalam diri Max, yang hanya merespon seperlunya. Aku merasa kasihan pada Bella, namun mungkin tindakan Max adalah yang terbaik. Tidak ada yang bisa dipercayai di luar kelompokmu. Bella mengetahui rahasiaku, dan lihat apa akibatnya. Ia sebentar lagi akan menjadi salah satu dari kaum terkutuk juga, sama sepertiku, meskipun itu berarti ia bisa berada di sisiku selamanya.
Sisa minggu inipun berlalu cepat, dan Bella masih belum menyerah, masih sering memperhatikan para Ride dan Martinez. Hari ini jumat siang, dan di kafetaria, Alice sedang merencanakan salah satu kegiatan berbelanjanya bersama Bella, yang sama sekali tidak memperhatikan kata-kata Alice. Aku sedang memperhatikan Bella yang sedang memandang ke seberang kafetaria dan mengabaikan Alice.
"―dan kita bisa mengunjungi Victoria Sec―"
Aku segera menoleh untuk melihat apa yang menghentikan Alice. Matanya berkilau memantulkan sinar dari luar, menandakan bahwa ia sedang mendapatkan salah satu dari penglihatannya. Begitu ia kembali, raut wajahnya terlihat muram. Aku memandangnya khawatir.
"Oh, ini buruk sekali..." gumamnya pelan, dahinya berkerut dan bibirnya membentuk kerucut, menandakan bahwa ia sangat kecewa.
Apa yang bisa membuat Alice kecewa?
"Besok matahari bersinar! Aku jadi tidak bisa berbelanja ke Portland bersama Bella!" teriaknya frustasi.
Oh, benar. Belanja dibatalkan. Apalagi yang lebih penting daripada perjalanan belanja ke Victoria Secret? Aku tersenyum memikirkan jalan pikiran saudara perempuanku yang satu ini.
"Oh, jangan senyum-senyum begitu, Edward!" bentaknya kesal. "Kalau matahari bersinar, itu berarti kau tidak bisa keluar rumah dan di rumah Bella juga kurang aman. Dan lagi Carlisle pasti merencanakan perburuan keluarga."
Oh, Alice benar lagi. Seharusnya aku tahu lebih baik daripada meragukan Alice. Yang ini memang harus dikecewakan. Biarpun aku tidak kecewa soal pembatalan belanjanya.
"Jadi kau harus pergi, Edward?" tanya Bella dari sisiku. Aku tidak menyadari kalau ia sudah tidak memperhatikan Max dan keluarganya―kadang aku merasa cemburu tak beralasan saat ia memberi perhatian seperti itu pada mereka. Rasanya seperti saat ia pertama kali datang ke Forks, memperhatikan meja tempatku dan keluargaku duduk, kau tahu?―dan mendengarkan kabar buruk dari Alice.
"Ya, Carlisle memang sudah merencanakan perburuan keluarga dalam waktu dekat. Tapi aku selalu bisa berburu di malam hari ini saja, menangkap beberapa rusa atau―"
"Tidak, kau sebaiknya pergi," matanya menatap mataku yang hitam seperti onyx, seperti mata Nick. Aku memang sudah seminggu lebih tidak berburu. Tentu saja kami membicarakan perburuan ini dengan suara pelan, dan memastikan bahwa tidak ada yang bisa mendengar kami. Max dan keluarganya sudah keluar dari kafetaria beberapa menit yang lalu, karena itulah Bella memperhatikan kata-kata Alice. Bagi siswa-siswa lain yang melihat, mungkin kami akan terlihat seperti membisikkan kata-kata manis, atau sebaliknya, sedang terlibat pertengkaran serius namun tidak ingin diketahui publik.
"Tapi rusa―"
Ah, bila dilihat dari raut wajah kami berdua, sepertinya kemungkinan pertama tidak bisa masuk hitungan.
"Kau harus menghabiskan waktu dengan keluargamu juga," sergahnya lagi, "aku bisa pergi ke La Push hari sabtu dan minggu ini."
Itulah yang tidak kusukai. Saat seperti ini, ketika aku harus berburu, ia terpaksa mencari perlindungan pada para serigala itu. Serigala yang masih muda, beringas, cepat marah, belum memegang kontrol sepenuhnya, berbahaya―ya, vampir juga berbahaya, aku juga berbahaya, namun aku memiliki kontrol yang jauh lebih kuat dibanding mereka, dan aku lebih tak terhancurkan, dan juga lebih berpengalaman beberapa dekade daripada mereka, lebih mengetahui tentang Victoria, juga―siapa yang sedang kucoba buat terkesan? Aku merasa kekanak-kanakan...
Aku menatap Bella dengan mata memelas. Namun matanya tak tergoyahkan. Dan jauh di lubuk hatiku, aku tahu bahwa Bella merindukan sahabatnya. Yang memusuhinya karena Bella memilihku. Yang mencintai Bella... Namun Bella mencintaiku, dan Bella tidak mencintainya... atau belum menyadari mencintainya. Bella memiliki cinta di hatinya untuk sahabatnya, melihat perjuangannya untuk bertemu sahabatnya itu, sampai-sampai kabur dari sekolah dan pengawasan Alice juga, dua kali. Menggunakan sepeda motor. Namun ia tetap menganggap itu hanya perasaan terhadap sahabat. Dan aku tahu bahwa cintanya padaku jauh lebih besar... Jadi bila Bella akan bahagia dengan pengaturan ini, dengan perginya aku berburu dan ia pergi ke tempat sahabatnya...
"Baiklah, Bella. Baiklah, bila itu akan membuatmu bahagia," bisikku saat aku mencondongkan tubuhku ke arahnya, menyembunyikan wajahku di rambutnya, menghirup aroma shampo strawberry yang sangat kusukai di helai-helainya. Tanganku menyusup ke pinggangnya, mendekapnya rapat ke tubuhku. Aku menyentuhnya hati-hati, seperti boneka kaca, karena itulah Bella bagiku, boneka kaca yang sangat berharga, yang dapat pecah bahkan dengan sedikit kekuatan berlebih di jariku yang sekeras granit. Bella merespon dengan melingkarkan satu tangannya ke leherku, membawa wajahku mendekat padanya. Matanya perlahan menutup, napasnya panjang pendek, menggodaku... dan hanya berakhir dengan aku memberinya ciuman singkat di bibir.
Aku tersenyum melihatnya cemberut saat aku menjauhkan wajahku, kecewa karena aku tidak bertindak lebih jauh daripada itu. "Sabar, Bella... Kita ada di sekolah," kataku sambil tertawa tertahan. Bella selalu berusaha mematahkan pertahananku, selalu meminta lebih dan mempercayaiku lebih besar daripada yang seharusnya, lebih daripada yang kumiliki. Kontrolku tidak sebaik itu...
Sekarang aku menjadi vampir yang plin-plan. Apa yang dilakukan gadis muda ini padaku?
Rencana perburuan esok hari membayang lagi di benakku. Aku menatap ke dalam mata coklatnya yang lebar lagi, ia belum juga melepaskan tangannya jadi leherku, dan aku juga tidak melonggarkan pelukanku di pinggangnya. Hangat tubuhnya membuatku merasa hidup lagi, detak jantungnya yang kencang rasanya mewakili detak jantungku yang telah lama berhenti, membeku bersama sisa tubuhku. Lembut dan rapuh kulitnya, membuatku menginginkan keberadaannya setiap saat di sisiku, hanya untuk menyentuhnya dan melindunginya...
Aku mendesah, keputusan ini berat, namun memang harus diambil, aku nampaknya tidak punya pilihan selain mempercayakan keselamatan Bella-ku pada serigala-serigala itu. Satu-satunya alasan aku mempercayai mereka adalah karena Bella mempercayai mereka, dan aku akan―harus―mempercayai Bella, sama seperti ia memaafkan kesalahanku dan mempercayai bahwa aku tetap mencintainya, bahkan setelah aku meningg―kau tahu maksudku. Paling tidak karena salah satunya mencintai Bella, itu berarti ia akan melakukan apapun, termasuk mempertaruhkan nyawanya, demi melindungi Bella. Seperti yang akan kulakukan jika Bella dalam bahaya.
Kudekatkan lagi wajahku padanya, dan kukecup pelan keningnya beberapa lama, menghargai momen ini dan mematrinya di benakku, bersama dengan aromanya yang merupakan candu bagiku. Ia mendesah, dan aku bisa mengatakan bahwa ia juga menutup matanya seperti aku, meskipun aku tidak bisa melihatnya. Kulanjutkan dengan sapuan pelan dan sehalus bulu di sepanjang pelipis dan rahangnya, membuat matanya terbuka pelan dan jantungnya mulai berpacu lagi, lebih keras daripada sebelumnya. Di sisi mulutnya, di samping telinganya, kubisikkan kata-kata penguatan―bagiku dan baginya, "Berjanjilah, Bella-ku, berhati-hatilah selama aku pergi... Aku selalu mencintaimu, kau dan hanya kau, sekarang dan untuk selamanya... Jaga hatiku baik-baik, karena aku meninggalkannya bersamamu, terantai oleh cintaku padamu..."
Dengan kata-kata itu, kusapukan mulutku ke mulutnya, meninggalkan satu ciuman singkat terakhirku di bibirnya.
A/N. Eww, ketahuan kalau saya ga bisa nulis fluff ;)) Whatever... Apa turunin ratingnya jadi K+ aja ya? :D.
Ehm, penjelasan. Iggy itu salah satu kekuatannya adalah bisa melihat warna asalkan backgroundnya putih. Jangan tanya bagaimana cara kerjanya, atau detailnya. Saya juga ga gitu ngerti :P. Yang jelas, itu memungkinkan dia untuk bisa membaca buku dan menulis.
Labels: fiction
NOTE: Kalimat/kata-kata yang ditebalkan dan dimiringkan seperti ini adalah pikiran Angel. Sementara kalimat/kata-kata yang cuma dimiringkan seperti ini, kalau bukan kata-kata asing atau penekanan, berarti pikiran seseorang.
Disclaimer: Twilight adalah milik Stephenie Meyer, Maximum Ride adalah milik James Patterson.
Max POV
Keesokan harinya keputusanku mulai diterapkan. Angel dan Gazzy kurang lebih bisa menjalani hari-hari sekolah yang normal, karena di sekolah mereka tidak ada sesuatupun yang mencurigakan, namun kami berempat, yang satu sekolah dengan Edward dan Alice Cullen harus lebih waspada. Saat sarapan pagi aku mengingatkan empat anggota kawananku yang lebih tua untuk berhati-hati dan tidak mengundang masalah. Aku tidak meragukan kemampuan mereka membaur. Mereka pemain sandiwara yang sama hebatnya denganku.
Saat aku memasuki halaman sekolah dengan Maseratiku, lapangan parkir sudah hampir penuh. Namun ada lahan kosong dua mobil dari Volvo perak Edward. Pilihan apa lagi yang kupunya? Tentu saja aku menyambar lahan itu, dan memarkirkan mobilku dengan mulus. Aku dan ketiga saudaraku keluar dari mobil dengan santai, dan aku mencuri pandang ke arah Volvo itu. Alice dan Edward juga baru keluar dari mobil. Saat Edward dan aku bertemu pandang―sangat singkat, dua detik paling lama―ia mengangguk sopan. Anggukan itu mempunyai dua arti, sejauh itu aku tahu. Ia memberi salam, dan ia memberi tanda bahwa ia tahu kami ini tidak normal.
Kuputuskan untuk memberinya tanda sekaligus peringatan. Aku membalas anggukannya dan menyeringai kecil, lalu segera menghapus segala jejak ekspresiku sebelumnya dan menggantinya dengan wajah polos berhiaskan seulas senyum sopan. Kalau ia pintar, ia akan menerjemahkannya sebagai Aku mengerti, aku tahu kau juga punya rahasia, dan aku akan bersikap baik selama kau tidak macam-macam denganku dan keluargaku. Kalau dia sama bodohnya dengan cowok-cowok kelebihan hormon yang kemarin mengerubuti Maseratiku, ia akan mengartikannya sebagai Aku tertarik padamu, aku menginginkanmu, aku tahu kau menginginkanku juga dan mari kita bermain api di belakang pacarmu. Eww.
Dengan terkejut―namun senang―aku mendapati bahwa hari-hari berikutnya berjalan lumayan normal, seakan kami tidak menemukan keanehan pada diri satu sama lain. Well, tapi aku tahu bahwa Edward dan Alice Cullen tahu mengenai kami, sikap mereka yang sedikit kaku dan formal, dan di mata mereka terdapat antisipasi yang bisa kudapati terdapat di mataku juga. Tapi mereka tidak melakukan hal yang aneh-aneh, dan dalam hati aku tahu bahwa mereka sudah mencapai kesepakatan bahwa mereka tidak akan menganggu kami, bahkan sebelum aku memberinya peringatan di lapangan parkir.
Kami tidak banyak berinteraksi satu sama lain, namun saat berinteraksi kami seperti saling mengamati dan mempelajari. Tapi mereka tidak mendorong aspek itu dan berusaha menyelidiki kami. Mengetahui sedikit lebih banyak tentang sekutumu bisa dibilang adalah... keuntungan sampingan. Bukan berarti mereka akan mendapatkan informasi mengenai kami dengan mudah. Sekali lagi, aku benar-benar bangga pada kawananku yang merupakan aktor dan aktris dengan bakat alami.
Namun lain halnya dengan Bella. Yeah, dia yang disebut-sebut sebagai pacarnya Edward. Sebaliknya dari Alice dan Edward Cullen, Bella justru sepertinya bersemangat untuk dekat dan mengenal kami. Mungkin Bella tidak tahu apa-apa tentang keanehan kami? Apa benar Edward belum menceritakannya? Yah, aku hanya perlu tetap waspada dan mengawasi semua yang terjadi di sekitarku.
***
Bella POV
Aku tidak sempat berkenalan dengan anak-anak baru itu. Aku sama sekali tidak berniat untuk ‘mempergunakan’ mereka―seperti yang ingin dilakukan Jessica, menurut Edward―atau menggoda cowok-cowok Ride itu―menurut Edward juga, katanya itu yang dipikirkan sebagian besar cewek di sini. Edward mengatakan bahwa ia lega, karena untuk pertama kalinya tidak ada yang memandangnya dengan tatapan ‘menggoda’, padahal sudah jelas ia sudah punya pacar. Aku. Dan ia juga lega bahwa tidak ada lagi―atau tidak banyak lagi, lebih tepatnya―cowok yang memandang aku seakan aku ini sepotong daging, perhatian mereka semua tertuju pada Martinez dan cewek Ride itu. Aku sama sekali tidak bisa menyalahkan cowok-cowok itu.
Tapi aku ingin berkenalan dan membantu mereka. Selain karena aku tahu bahwa menjadi murid baru di sebuah sekolah baru bisa menjadi menyebalkan, dengan segala macam perhatiannya, terutama karena ini adalah Forks yang berpenduduk sedikit, sehingga orang baru akan sangat mencolok, menurutku mereka juga sangat menarik. Tidak hanya dari segi fisik saja, namun dari segi kepribadian dan segala hal yang mereka lakukan. Well, aku baru mengamati mereka tak lebih dari beberapa jam, mungkin hanya tiga jam, kalau ditotal. Namun tiga jam sudah cukup bagiku untuk menyatakan bahwa mereka memang menarik.
Max Martinez, gadis berambut pirang-coklat, memiliki bermata coklat sepertiku. Tindak tanduknya dan penampilannya mengatakan padaku bahwa ia suka kepraktisan. Aku mungkin tidak terlalu tahu tentang fashion―baiklah, aku sama sekali tidak tahu apa-apa soal fashion―tapi bahkan akupun bisa melihat bahwa di luar pakaiannya yang manis dan cocok untuknya, pakaian itu tidak merepotkan dan memudahkannya bergerak. Tingkah laku dan gerakannya juga tidak ada yang sia-sia. Mungkin saja tebakanku ini salah, tapi kita lihat saja beberapa hari ke depan.
Saat memperkenalkan diri, ia mengatakan bahwa hobinya adalah makan. Mungkin itu benar, mengingat porsi yang dihabiskannya saat makan siang. Kecantikannya tidak perlu diragukan lagi. Ia seperti seorang Rosalie, dalam hal fisik. Tapi ia seperti tidak memperhatikan penampilannya. Seperti kubilang, praktis. Ia juga nampaknya baik sekali dan perhatian terhadap keluarganya.
Nicholas Ride―atau Nick, menurut yang kudengar―terlihat penyendiri dan jarang bicara. Pakaiannya serba hitam dan sikapnya serius. Kau lihat tidak, ia bahkan menolak Lauren saat makan siang. Bukan berarti aku mengatakannya tidak bisa menilai ‘penggoda’ saat ia melihat salah satunya, namun kukira mungkin kebanyakan cowok―tidak termasuk Edward―akan menyukai cewek-cewek gampangan yang berpakaian seksi dan cantik―meskipun cantik buatan, dengan make-up dan sebagainya―tapi rupanya aku menilainya terlalu rendah.
Sikap seriusnya meluntur saat ia bersama keluarganya, aku melihat ia tertawa saat makan siang, ia terlihat lebih tampan saat tertawa lepas seperti itu―aku tetap setia pada Edward, tentu saja, aku tidak akan berpaling dari Edward hanya karena menganggap seseorang tampan. Nick sepertinya sangat melindungi Max, hal itu terlihat dari tindak tanduknya. Aku juga melihat bahwa mata Nick melembut saat menatap Max. Aku mungkin belum mengenal mereka lama, namun aku tahu pandangan itu. Itu pandangan yang diberikan Edward setiap kali ia menatapku. Aku bertanya-tanya, apakah ia dan Max bersama-sama? Tapi Max sepertinya bersikap biasa saja, kecuali saat ia memandang Nick saat ia mengira tidak ada yang melihat. Saat perkenalan, ia mengatakan bahwa ia suka menulis. Apa yang ia tulis? Cerita? Lagu? Ataukah mungkin puisi cinta untuk Max? Aku ingin sekali membacanya, kalau bisa...
Jeff Ride, satu lagi pribadi yang menarik. Ia buta, sangat jelas, namun ia tak kalah menariknya dengan saudara-saudaranya. Sikapnya seperti orang yang tidak membutuhkan bantuan di tempat apapun, ia bisa berjalan dengan sangat elegan, ia bahkan tidak pernah tersandung―dan aku yang ‘normal’ tersandung udara kosong beberapa kali sehari, hebat sekali―maupun menabrak apapun. Di depan kelas ia mengatakan bahwa ia suka memasak dan melakukan percobaan kimia dan listrik―itu kan gunanya kabel-kabel itu?―yang jelas-jelas membuat semua orang bingung. Maksudku, bagaimana caranya ia melihat apa yang dipotongnya, bagaimana kalau ia terbakar atau menumpahkan minyak, dan banyak hal lainnya. Lalu, bahan-bahan kimia juga merupakan benda yang berbahaya, bagaimana juga cara ia melihat warna-warna bahan-bahan tersebut dan kabel-kabel listriknya? Tapi tidak ada yang mempertanyakan hal itu.
Satu orang lagi, kudengar ia bernama Krystal Ride. Aku belum pernah berada dekat dengannya, jadi aku tidak bisa berkata banyak tentangnya. Aku hanya bisa menyimpulkan bahwa ia sejenis dengan Alice, yang suka melompat-lompat dan berbicara. Ia terlihat juga sering tertawa. Dilihat dari pakaiannya yang bermerek dan penampilannya, mungkin ia suka berbelanja juga seperti Alice. Selain itu, aku tidak bisa bicara apapun tentangnya.
Mereka semua cantik dan luwes, sudahkah aku mengatakan itu? Ya, sepertinya sudah. Aku juga menemukan saat kelas Biologi bahwa paling tidak tiga diantara mereka memang pintar―mereka bisa menjawab semua pertanyaan Mr. Banner―bahkan Iggy bisa menyebutkan rantai DNA salah satu jenis spesies tertentu, aku lupa nama spesiesnya. Di PE, mereka juga ikut berolahraga bahkan di hari pertama mereka. Dan Jeff juga ikut berpartisipasi. Mereka bisa dibilang cepat―seharusnya aku sudah tidak heran lagi... ―dan mereka juga bahkan tidak berkeringat atau memiliki rambut yang kusut atau berantakan.
-
Keesokan harinya datang. Aku sudah bertekad akan menyapa dan mencoba berteman dengan mereka. Saat di lapangan parkir, Edward menganggukkan kepalanya pada mereka, yang dibalas seringai, lalu senyuman sopan oleh Max. Apa-apaan itu? Ups... Sabarlah, Bella, kau tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan... Biarpun aku masih penasaran tentang apa sebenarnya itu. Aku tidak sempat mengatakan apapun saat itu, Edward menarikku ke kelas pertama kami.
Selama pelajaran pagi aku tidak terlalu bisa berkonsentrasi. Bukan hanya karena tangan Edward yang terkadang membelai kakiku, atau pesan-pesan tertulis yang kami saling kirim di meja, namun juga pikiran tentang anak-anak baru itu. Apakah sebaiknya aku mengundang mereka ke meja kami saat makan siang? Mereka tidak tampak terpengaruh atau terintimidasi dengan superioritas Edward dan Alice. Mungkin itu disebabkan mereka sendiri terlihat superior, meskipun mereka itu manusia, bukan vampir. Mungkin Alice akan menemukan teman baru untuk diajak berbelanja, jadi ia tidak akan bermain Bella Barbie lagi dan menyiksaku berjam-jam hanya untuk makeover.
Tapi sayangnya saat makan siang mereka duduk di meja mereka, seperti kemarin. Berempat mereka tertawa-tawa dan bercakap-cakap lagi, terlihat sangat lengkap dan harmonis. Aku seakan sedang menonton salah satu adegan film saat melihat mereka. Memori tahun lalu saat aku memandangi meja keluarga Cullen seperti terulang lagi di hadapanku, hanya saja pemerannya berbeda. Aku tadinya berniat menghampiri mereka, namun Edward mengalihkan perhatianku dengan ciuman-ciumannya di leher dan bahuku, dan juga napasnya yang dingin ketika ia berbisik di telingaku. Jantungku berdetak tak tentu irama, seperti biasa kalau aku berada bersamanya. Terkadang cepat, terkadang tetap dan lambat.
Biologi datang. Kami duduk di tempat duduk kami masing-masing, dan ternyata Mr. Banner memiliki urusan di ruang guru sehingga ia hanya memberi kami tugas dan meninggalkan kami. Ini kesempatan bagus! Karena itu aku segera bangkit dari kursiku, dan menghampiri meja Max, yang sedang mengerjakan tugasnya. Edward ikut bangkit dari kursinya, dan mengikuti di belakangku.
Max tidak mendongak dari pekerjaannya saat aku datang. Nick dan Jeff juga tidak mengatakan apapun. Jeff sedang menulis di selembar kertas putih―bagaimana caranya ia bisa menulis rapi dan hampir sebagus Edward padahal ia tidak bisa melihat?!―sementara tangannya yang lain meraba-raba buku braillenya, namun senyum di bibirnya seolah mengejek, entah apa yang diejeknya.
“Halo, Max,” kataku memulai, sedikit meringis. Duh, bukan kalimat yang terdengar cerdas untuk memulai percakapan. Tapi aku tidak bisa memikirkan pembuka yang lain, jadi, itu yang kukatakan.
Max mendongak dari pekerjaannya, dan Nick dan Jeff menoleh ke arahku. Dari sudut mataku aku juga melihat beberapa orang siswa memperhatikan kami, berbisik-bisik. Yang lainnya tetap mengobrol seperti biasa atau mengerjakan tugasnya. Max tidak memandangku, namun memandang Edward, menaikkan satu alisnya. Edward hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Sebenarnya apa yang mereka lakukan? Apakah mereka sudah saling kenal? Jangan-jangan, Max...?! Uhh... Tenang Bella...
Mata Max beralih padaku, lalu dengan nada bingung ia menjawab, “Err, halo?”
Aku tersenyum melihatnya, dan memperkenalkan diriku, “Umm, aku Isabella Swan, namun kau bisa memanggilku Bella. Dan ini Edward Cullen, pacarku,” ujarku menekankan pada kata terakhir, tersenyum semanis yang aku bisa. Aku tidak mengerti maksudnya apa, namun ya... “Kalau kalian butuh bantuan kami untuk hmm... mengejar ketertinggalan pelajaran kalian―” yeah, alasan yang bagus sekali, Bella, kau sendiri tahu bahwa mereka pintar, setidaknya di Biologi, namun dengan penjelasan Jeff yang rinci kemarin, apa bisa kau meragukan intelegensi mereka di mata pelajaran lainnya? “―atau butuh bantuan untuk hal lain, kami akan dengan senang hati membantu.” Senyumku memudar menjadi senyum ragu, kemudian mengulurkan tanganku.
Max tersenyum sedikit sinis―atau geli? Tidak, itu pasti sinis―dan memperhatikan wajahku, kemudian beralih pada tanganku yang terulur. Beberapa detik kemudian barulah ia menjabat tanganku. “Max,” katanya singkat. Aku melihat Nick, yang sedang mendelik ke arah Edward, aku tidak mengerti apa masalah mereka. Err... apa Nick cemburu karena Max berinteraksi dengan Edward? Delikannya beralih padaku... Apa? Memangnya apa salahku?!
“Nick,” katanya setelah beberapa saat. Aku mengangguk, dan terdengar suara tawa tertahan dari sampingku, membuatku menoleh. Jeff sedang memandang Nick dengan ekspresi puas, sementara Nick beralih mendelik kepadanya, lebih tajam daripada delikannya pada Edward dan padaku. Max menoleh ke belakang, dan memberi Jeff pandangan tidak menyetujui, membuat Jeff langsung berhenti.
”Maaf, Max, aku hanya merasa lucu melihat―err...maksudku, merasakan―gambar penguin di salah satu halaman bukuku,” jawabnya sambil nyengir puas. Max hanya memutar kepalanya dan kembali pada pekerjaannya. Nick melempar satu lagi pandangan tajam―yang diabaikan Jeff sepenuhnya―sebelum kembali menunduk membaca bukunya. Jeff masih tersenyum lebar, senyuman yang membuatku merasa bahwa bukan penguin yang membuat ia tertawa. “Oh, aku Jeff, tapi tentu saja seharusnya kalian tahu itu,” katanya ramah, namun kemudian mengabaikanku dan kembali meraba bukunya.
“Err... Ya,” jawabku, sebelum duduk lagi di kursiku dan berpikir. Aku menoleh memandang Edward, yang ekspresinya netral dan hati-hati. Uh, hari yang aneh...
***
Edward POV
Sejauh ini mereka tidak melakukan apapun yang mencurigakan. Satu-satunya interaksi serius yang menandakan bahwa mereka mengetahui rahasia kami hanyalah pertukaran kecil antara aku dan Max yang terjadi di lapangan parkir di awal hari kedua mereka bersekolah. Aku mengangguk sopan padanya, memasang sesedikit mungkin ekspresi yang tidak perlu. Aku tidak memerlukan kesalahpahaman di waktu seperti ini. Anggukan itu dimaksudkan sebagai Selamat datang di Forks, tolong jangan berbuat onar apapun kalian ini atau kalian dalam masalah. Aku berharap ia mendapat pesannya dengan benar, dengan gestur sederhana dariku itu.
Ia membalas anggukanku dengan anggukan hampir antusias dan ia menyeringai nakal, kemudian dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi ekspresi polos tak bersalah, seakan tadi tidak terjadi apa-apa. Seulas senyum terpasang di bibirnya. Hmm, dia pintar juga membalasku tanpa kata. Kalau ia menerima pesanku dengan benar, maka sepertinya aman bagiku untuk menafsirkan bahwa jawaban darinya adalah Trims, kami tahu, hal yang sama berlaku untukmu, kau macam-macam dengan kami dan kau mati―aku tertawa dalam hati pada penafsiranku sendiri, ha, aku sudah mati sekali, kalau kau tidak memperhatikan―jadi cobalah bersikaplah biasa-biasa saja.
Semoga penafsiranku benar, dan dia bukannya mengirimkan sinyal Halo tampan, kau lumayan juga, mau bertemu di belakang sekolah saat makan siang nanti? Tapi jangan beritahu pacarmu. Aku cukup yakin bahwa Max lebih pintar dari itu, dan tidak berpikiran seperti gadis-gadis berpikiran memuakkan itu, walaupun aksinya tadi amat sangat meyakinkan dan mengatakan sebaliknya. Ya, kita awasi saja mereka dengan ketat.
Semoga Bella tidak melihat seringai dan anggukan antusias Max.
Namun rupanya Bella telah merasa tertarik pada Max dan keluarganya. Padahal belum bisa dipastikan apakah mereka berbahaya atau tidak, meskipun mereka sudah mengatakan bahwa mereka akan bertingkah baik, melalui gestur samar kami. Ah, namun Bella bukanlah Bella jika tidak tertarik―atau bahkan menarik hal yang berbahaya. Bella-ku, magnet bahayaku. Lihat saja, saat aku pergi―mengingatnya bahkan masih menyakitkan bagiku. Bagaimana bisa aku memikirkan untuk meninggalkannya, dan menorehkan pedih di hati malaikat seperti Bella... Aku masih tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena hal itu, meskipun ia memintaku melupakannya saja―Bella malah bersahabat dengan serigala-serigala. Bahkan salah satunya jatuh cinta padanya. Dan serigala yang masih muda pula, yang akan kesulitan mengendalikan emosinya.
Akhirnya, saat Biologi Bella memperkenalkan diri, yang diterima Max dengan baik namun hati-hati. Tidak ada insiden berarti, kecuali Nick yang mendelik tajam padaku. Aku tidak bisa membaca pikirannya, tapi aku bisa mendeteksi sedikit kecemburuan di matanya yang kelam. Jeff mungkin menyadarinya juga―meskipun bagaimana caranya, itu adalah misteri yang mungkin suatu saat bisa kupecahkan, bersama dengan mengapa pikiran mereka bisa diblok dengan mudah dari interferensiku dan bagaimana bisa seorang buta memasak dan bermain dengan bahan kimia namun tidak tampak bekas-bekas luka kecelakaan lab apapun―karena ia tertawa tertahan, namun ia beralasan ia tertawa karena melihat gambar penguin, alasan yang tidak kupercayai. Max sepertinya tidak percaya juga, karena ia memutar bola matanya dan mengabaikan Jeff. Nick mengutarakan ketidak percayaannya dengan mendelik tajam ke arah Jeff yang tidak bisa melihatnya. Usaha yang sia-sia, tapi lucu juga melihatnya.
Sisa hari ini, begitu juga hari-hari berikutnya, minggu-minggu berikutnya, bulan-bulan berlalu tanpa insiden berarti. Kami jarang berinteraksi, hanya bertukar senyum sopan dan beberapa kata. Satu-satunya interaksi berarti selain perkenalan Bella dan Max adalah pertemuan Alice dan gadis somophore itu, Krystal. Bella masih berusaha mendapatkan teman dalam diri Max, yang hanya merespon seperlunya. Aku merasa kasihan pada Bella, namun mungkin tindakan Max adalah yang terbaik. Tidak ada yang bisa dipercayai di luar kelompokmu. Bella mengetahui rahasiaku, dan lihat apa akibatnya. Ia sebentar lagi akan menjadi salah satu dari kaum terkutuk juga, sama sepertiku, meskipun itu berarti ia bisa berada di sisiku selamanya.
Sisa minggu inipun berlalu cepat, dan Bella masih belum menyerah, masih sering memperhatikan para Ride dan Martinez. Hari ini jumat siang, dan di kafetaria, Alice sedang merencanakan salah satu kegiatan berbelanjanya bersama Bella, yang sama sekali tidak memperhatikan kata-kata Alice. Aku sedang memperhatikan Bella yang sedang memandang ke seberang kafetaria dan mengabaikan Alice.
"―dan kita bisa mengunjungi Victoria Sec―"
Aku segera menoleh untuk melihat apa yang menghentikan Alice. Matanya berkilau memantulkan sinar dari luar, menandakan bahwa ia sedang mendapatkan salah satu dari penglihatannya. Begitu ia kembali, raut wajahnya terlihat muram. Aku memandangnya khawatir.
"Oh, ini buruk sekali..." gumamnya pelan, dahinya berkerut dan bibirnya membentuk kerucut, menandakan bahwa ia sangat kecewa.
Apa yang bisa membuat Alice kecewa?
"Besok matahari bersinar! Aku jadi tidak bisa berbelanja ke Portland bersama Bella!" teriaknya frustasi.
Oh, benar. Belanja dibatalkan. Apalagi yang lebih penting daripada perjalanan belanja ke Victoria Secret? Aku tersenyum memikirkan jalan pikiran saudara perempuanku yang satu ini.
"Oh, jangan senyum-senyum begitu, Edward!" bentaknya kesal. "Kalau matahari bersinar, itu berarti kau tidak bisa keluar rumah dan di rumah Bella juga kurang aman. Dan lagi Carlisle pasti merencanakan perburuan keluarga."
Oh, Alice benar lagi. Seharusnya aku tahu lebih baik daripada meragukan Alice. Yang ini memang harus dikecewakan. Biarpun aku tidak kecewa soal pembatalan belanjanya.
"Jadi kau harus pergi, Edward?" tanya Bella dari sisiku. Aku tidak menyadari kalau ia sudah tidak memperhatikan Max dan keluarganya―kadang aku merasa cemburu tak beralasan saat ia memberi perhatian seperti itu pada mereka. Rasanya seperti saat ia pertama kali datang ke Forks, memperhatikan meja tempatku dan keluargaku duduk, kau tahu?―dan mendengarkan kabar buruk dari Alice.
"Ya, Carlisle memang sudah merencanakan perburuan keluarga dalam waktu dekat. Tapi aku selalu bisa berburu di malam hari ini saja, menangkap beberapa rusa atau―"
"Tidak, kau sebaiknya pergi," matanya menatap mataku yang hitam seperti onyx, seperti mata Nick. Aku memang sudah seminggu lebih tidak berburu. Tentu saja kami membicarakan perburuan ini dengan suara pelan, dan memastikan bahwa tidak ada yang bisa mendengar kami. Max dan keluarganya sudah keluar dari kafetaria beberapa menit yang lalu, karena itulah Bella memperhatikan kata-kata Alice. Bagi siswa-siswa lain yang melihat, mungkin kami akan terlihat seperti membisikkan kata-kata manis, atau sebaliknya, sedang terlibat pertengkaran serius namun tidak ingin diketahui publik.
"Tapi rusa―"
Ah, bila dilihat dari raut wajah kami berdua, sepertinya kemungkinan pertama tidak bisa masuk hitungan.
"Kau harus menghabiskan waktu dengan keluargamu juga," sergahnya lagi, "aku bisa pergi ke La Push hari sabtu dan minggu ini."
Itulah yang tidak kusukai. Saat seperti ini, ketika aku harus berburu, ia terpaksa mencari perlindungan pada para serigala itu. Serigala yang masih muda, beringas, cepat marah, belum memegang kontrol sepenuhnya, berbahaya―ya, vampir juga berbahaya, aku juga berbahaya, namun aku memiliki kontrol yang jauh lebih kuat dibanding mereka, dan aku lebih tak terhancurkan, dan juga lebih berpengalaman beberapa dekade daripada mereka, lebih mengetahui tentang Victoria, juga―siapa yang sedang kucoba buat terkesan? Aku merasa kekanak-kanakan...
Aku menatap Bella dengan mata memelas. Namun matanya tak tergoyahkan. Dan jauh di lubuk hatiku, aku tahu bahwa Bella merindukan sahabatnya. Yang memusuhinya karena Bella memilihku. Yang mencintai Bella... Namun Bella mencintaiku, dan Bella tidak mencintainya... atau belum menyadari mencintainya. Bella memiliki cinta di hatinya untuk sahabatnya, melihat perjuangannya untuk bertemu sahabatnya itu, sampai-sampai kabur dari sekolah dan pengawasan Alice juga, dua kali. Menggunakan sepeda motor. Namun ia tetap menganggap itu hanya perasaan terhadap sahabat. Dan aku tahu bahwa cintanya padaku jauh lebih besar... Jadi bila Bella akan bahagia dengan pengaturan ini, dengan perginya aku berburu dan ia pergi ke tempat sahabatnya...
"Baiklah, Bella. Baiklah, bila itu akan membuatmu bahagia," bisikku saat aku mencondongkan tubuhku ke arahnya, menyembunyikan wajahku di rambutnya, menghirup aroma shampo strawberry yang sangat kusukai di helai-helainya. Tanganku menyusup ke pinggangnya, mendekapnya rapat ke tubuhku. Aku menyentuhnya hati-hati, seperti boneka kaca, karena itulah Bella bagiku, boneka kaca yang sangat berharga, yang dapat pecah bahkan dengan sedikit kekuatan berlebih di jariku yang sekeras granit. Bella merespon dengan melingkarkan satu tangannya ke leherku, membawa wajahku mendekat padanya. Matanya perlahan menutup, napasnya panjang pendek, menggodaku... dan hanya berakhir dengan aku memberinya ciuman singkat di bibir.
Aku tersenyum melihatnya cemberut saat aku menjauhkan wajahku, kecewa karena aku tidak bertindak lebih jauh daripada itu. "Sabar, Bella... Kita ada di sekolah," kataku sambil tertawa tertahan. Bella selalu berusaha mematahkan pertahananku, selalu meminta lebih dan mempercayaiku lebih besar daripada yang seharusnya, lebih daripada yang kumiliki. Kontrolku tidak sebaik itu...
Sekarang aku menjadi vampir yang plin-plan. Apa yang dilakukan gadis muda ini padaku?
Rencana perburuan esok hari membayang lagi di benakku. Aku menatap ke dalam mata coklatnya yang lebar lagi, ia belum juga melepaskan tangannya jadi leherku, dan aku juga tidak melonggarkan pelukanku di pinggangnya. Hangat tubuhnya membuatku merasa hidup lagi, detak jantungnya yang kencang rasanya mewakili detak jantungku yang telah lama berhenti, membeku bersama sisa tubuhku. Lembut dan rapuh kulitnya, membuatku menginginkan keberadaannya setiap saat di sisiku, hanya untuk menyentuhnya dan melindunginya...
Aku mendesah, keputusan ini berat, namun memang harus diambil, aku nampaknya tidak punya pilihan selain mempercayakan keselamatan Bella-ku pada serigala-serigala itu. Satu-satunya alasan aku mempercayai mereka adalah karena Bella mempercayai mereka, dan aku akan―harus―mempercayai Bella, sama seperti ia memaafkan kesalahanku dan mempercayai bahwa aku tetap mencintainya, bahkan setelah aku meningg―kau tahu maksudku. Paling tidak karena salah satunya mencintai Bella, itu berarti ia akan melakukan apapun, termasuk mempertaruhkan nyawanya, demi melindungi Bella. Seperti yang akan kulakukan jika Bella dalam bahaya.
Kudekatkan lagi wajahku padanya, dan kukecup pelan keningnya beberapa lama, menghargai momen ini dan mematrinya di benakku, bersama dengan aromanya yang merupakan candu bagiku. Ia mendesah, dan aku bisa mengatakan bahwa ia juga menutup matanya seperti aku, meskipun aku tidak bisa melihatnya. Kulanjutkan dengan sapuan pelan dan sehalus bulu di sepanjang pelipis dan rahangnya, membuat matanya terbuka pelan dan jantungnya mulai berpacu lagi, lebih keras daripada sebelumnya. Di sisi mulutnya, di samping telinganya, kubisikkan kata-kata penguatan―bagiku dan baginya, "Berjanjilah, Bella-ku, berhati-hatilah selama aku pergi... Aku selalu mencintaimu, kau dan hanya kau, sekarang dan untuk selamanya... Jaga hatiku baik-baik, karena aku meninggalkannya bersamamu, terantai oleh cintaku padamu..."
Dengan kata-kata itu, kusapukan mulutku ke mulutnya, meninggalkan satu ciuman singkat terakhirku di bibirnya.
A/N. Eww, ketahuan kalau saya ga bisa nulis fluff ;)) Whatever... Apa turunin ratingnya jadi K+ aja ya? :D.
Ehm, penjelasan. Iggy itu salah satu kekuatannya adalah bisa melihat warna asalkan backgroundnya putih. Jangan tanya bagaimana cara kerjanya, atau detailnya. Saya juga ga gitu ngerti :P. Yang jelas, itu memungkinkan dia untuk bisa membaca buku dan menulis.
Labels: fiction
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home