Summary: Your life is nothing but ordinary, Kaye... But however odd your life may turn, and hard your way may seem, if you choose it with your heart, yours will turn into happiness.
Gadis itu berdiri di antara bebatuan besar. Punggungnya bersandar pada salah satu batuan yang paling besar, membiarkannya bersentuhan dengan permukaan karang yang kasar. Ia tak bergerak, berdiri tenang sembari menutup matanya, menikmati keheningan tempat itu. Hingga di suatu saat sontak kedua matanya terbuka, melebar kaget.Ia seakan baru saja diberikan kembali nikmat indranya. Awalnya ia sama sekali tak mendengar apapun, tak merasa apapun kecuali tarikan-tarikan kecil pada gaun sederhana bunga-bunganya yang tertiup angin sepoi-sepoi. Angin itupun bahkan terhalang karang di depannya. Ia praktis terpotong dari dunia luar. Tak melihat apapun kecuali tekstur batuan, tak mendengar apapun kecuali hembusan lembut angin, tak merasakan apapun kecuali sedikit gesekan pakaian yang dikenakannya. Namun kemudian ia mendengar sesuatu yang lain. Awalnya hanya seperti dengungan, kemudian barulah ia sadar bahwa itu adalah potongan-potongan percakapan, yang terlalu umum untuk bisa dikenali subjeknya. Ia berusaha berkonsentrasi menangkapnya, mengingatnya. Namun seperti menangkap air, mereka terselip dari genggaman tangannya."Nggak! Aku mau pergi aja! Biarin!""Hmmhh... Aku sih yakin, orangtuanya tuh yang main sogok. Makanya bisa kayak gitu. Ga mungkin kan empat tahun berturut-turut aku kalah terus?""Tell me what's bothering you, please.""Nothing, Nick, nothing in particular...""Aww, ke mall lagi?""Jangan pura-pura ga liat deh...""Eh, sure.""Your life is anything but ordinary, Kaye—""Hey, girl. Rapat jam dua, jangan lupa.""Uh-huh.""Angin yang berdesir melambaikan nyiur-nyiur itu sebenarnya hanya ingin membantu mereka memberi hormat padamu, menunduk di hadapan kecantikanmu.""Gombal..."Setelahnya, semuanya kembali membaur, meredup, mendengung. Dan setelah sekian lama dengungan konstan itu memenuhi telinganya, ia mendengar sesuatu yang meskipun amat samar kedengarannya, namun jelas pula maknanya. Sebuah suara memanggilnya.'Come to me, Kaye...!'—
Ia terbangun seketika. Tubuhnya bersimbah keringat, namun tak sedikitpun disadarinya. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia terbangun, ia tak ingat apapun kecuali perasaan tertekan dan merana yang tiba-tiba melandanya, dan kata-kata terakhir di mimpinya.
Come to me...Siapa yang harus didatanginya?
Ia mengerjap beberapa kali, bingung. Baru beberapa menit setelahnya, setelah deru napasnya yang tadinya terengah-engah menjadi stabil, dan jantungnya yang berpacu kembali ke derapnya yang semula, ia memandang ke jendela yang tak bertirai tipis dan menyadari satu hal. Di luar hujan... Ia segera bersembunyi di balik selimutnya.
—
Kayla segera menghidupkan laptopnya. Jarinya mengetuk-ngetuk pelan sisi meja dengan tidak sabar, mengawasi layar dengan mata disipitkan. Sesekali matanya juga melirik ke salah satu sisi laptop, dimana kotak putih dengan lima lampu kuning kecil menyala satu persatu, berkedip-kedip genit sebelum bersinar stabil. Sudah tiga lampu—satu di kiri, yang menyatakan power, dua di kanan, dan yang menyatakan DSL dan sambungan internet—menyala. Kayla mendesah pelan, ia tidak bisa tidur, karena itulah ia menghampiri satu-satunya alat yang bisa membuatnya tenang, laptopnya. Tergesa ia membungkuk meraih kabel USB untuk disambungkan ke port di samping laptopnya yang sudah dalam keadaan siap digunakan. Lampu tengah menyala begitu USB terpasang.
Seperti biasanya, setiap kali ia menyambungkan diri ke dunia maya, ada dua program yang pasti langsung dibukanya. Program mesenger dan browser. Dengan cekatan diketiknya username dan passwordnya, lalu tanpa repot-repot menggunakan mouse, ia malah menggunakan tombol tab untuk berpindah kotak isian dan setelahnya langsung menekan tombol enter. Sambil menunggu, ia membuka situs yang memang ingin ia kunjungi sejak bertama kali ia memutuskan menghidupkan laptopnya beberapa saat yang lalu. Diketiknya dengan jeli alamatnya, www.blogger.com. Tiga detik adalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat halamannya lengkap. Jari-jarinya kembali menari di papan hitam, action terakhir yang diambilnya adalah menekan link ‘new’ di tab post, membawanya ke halaman baru yang tampilannya lebih simpel karena kotak isian yang hampir mendominasi halamannya. Setelah mengarahkan pointernya ke kotak isian dan menekan tombol kiri pada mouse, ia mulai menulis.
Aku baru saja bangun, dan gelisah karenanya. Eh, bukan hal baru ya. Tapi tetap saja, hal berulang belum tentu membuatmu terbiasa, dan belum tentu bisa membuatmu mengambil keputusan atau bertindak bijak. Atau paling tidak membuatmu bisa mengabaikan repetisi itu. Tidak, aku tetap kesal karena tak bisa mengingat apapun ketika aku bangun. Lagi. Eh, ingat sesatu yang berarti, maksudnya. Aku memang ingat soal angin meniup rambutku, tapi kalau cuma itu aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa. Padahal aku yakin kalau aku bermimpi mengenai sesuatu yang penting, atau menarik. Dan yang membuatku semakin kesal dan penasaran adalah perasaan tertekan dan merana yang menyertainya... Tertekan tanpa seb—
Sebuah kotak dialog tiba-tiba muncul di layar tanpa diduga, memotong tulisan Kayla pada si kotak isian sebelumnya, menyebabkan sebagian teks ketikannya terketik di kotak dialog itu, sehingga saat Kayla—yang selama proses penulisan tidak benar-benar memperhatikan layar—menekan enter, teksnya muncul di sisi seberang:
second_hand_of_time: ab benar-benar membuatku gila!Kayla mendongak seketika, merasa ada yang tidak beres dengen tulisannya. Barulah ia sadar kalau mesengernya sudah tersambung, dan salah satu teman akrabnya mengiriminya instant message. Sedetik kemudian muncul pesan baru.
translucent_water: hi~second_hand_of_time: ab benar-benar membuatku gila!translucent_water: ...translucent_water: ganggu sesi curhat ya? Ab itu kecengan baru?Kayla langsung tersedak begitu membaca line itu. Segera diteguknya banyak-banyak jus jeruk dalam botol yang selalu ada di mejanya. Perasaannya campur aduk, setengah malu-setengah marah. Ah, mungkin setelah malu-seperempat marah-seperempat geli. Untung saja instant message tidak membuat penggunanya bisa bertatap muka dan melihat ekspresi satu sama lain, jadi ekspresi memalukannya tadi tidak ketahuan. Uh, bisa sih, tapi di kamarnya tidak ada webcam. Untunglah. Dua detik dilewatkan Kayla untuk menenangkan diri, sebelum mulai menulis:
s
econd_hand_of_time: ha ha... what a great conclusion. i'm flattered 8-|translucent_water: ur welcom. ab itu cakep?second.hand.of.time: tertarik?translucent_water: ...lumayansecond.hand.of.time: ...second.hand.of.time: ...second.hand.of.time: ...second.hand.of.time: gw cariin deh nomer handphonenya *buka phonebook hape*translucent_water: becanda, kaye!translucent_water: you're no fun :-<Kayla tersenyum puas. Ia menang adu mulut kali ini. Tapi pertengkaran kekanak-kanakan seperti ini memang ia yang selalu menang. Lain halnya dengan topik serius, hampir selalu orang seberang yang menang, entah karena logikanya yang lebih jalan, atau karena memang Kayla yang tidak bisa melihat kenyataan-kenyataan di depannya dan hanya melihat kenyataan-kenyataan yang ingin dilihatnya. Seperti saat orangtuanya bertengkar. Seperti ketika salah satu masalahnya merongrong. Seperti kalau salah satu temannya mencari gara-gara atau meradang. Sebagian besar pandangan si orang seberanglah yang menang. Menang tidak berarti benar, Kayla menambahkan dalam hati. Bisa saja saat berargumen itu aku memang kehabisan bahan pembelaan diri, atau aku panik karena argumennya yang tidak terduga? Ah, ya, Kayla memang selalu panik saat sesuatu tak terprediksi, terutama jika menyangkut percakapan seperti ini, dan pertahanannya terpatahkan.
translucent_water: jadi ab itu siapa?BUZZ!!Lamunan Kayla terputus akibat getaran di layarnya. Ia segera mengetik.
second_hand_of_time: none of your businesstranslucent_water: hemm... prediksiku barusan bener ya? :-?second_hand_of_time: cemburu?translucent_water: kayeeee...BUZZ!!BUZZ!!BUZZ!!BUZZ!!second_hand_of_time: IYA IYAsecond_hand_of_time: no need to buzz that much, dudetranslucent_water: *smiling triumphantly*second_hand_of_time: 8-|second_hand_of_time: uhh… I hate buzzersecond_hand_of_time: emot :D atau B-) ga cukup apatranslucent_water: emosinya kurang kuat ah :Dsecond_hand_of_time: whateversecond_hand_of_time: gw lagi bloggingBeberapa detik terlewat. Sunyi. Tak ada balasan.
second_hand_of_time: bay, lo masih hidup kan?second_hand_of_time: ko diem?tranclucent_water: iya masih. lo gapapa? blogging soal apa?Kayla ragu sebentar. Jarang sekali Bayu, si 'orang seberang' menggunakan sapaan 'gaul' seperti itu, kecuali kalau ia marah atau terkadang, serius. Kali ini berarti ia sedang serius. Meskipun Kayla sendiri bingung kenapa Bayu menanggapi serius soal 'masalahnya'. Ya, Bayu tahu, tentu saja. Entah bagaimana, ia berhasil membuat Kayla bercerita tentang mimpinya, di hari ketujuhnya berteman dengan Kayla. Teman internet, tidak kurang. Padahal Kayla sama sekali tidak menceritakannya pada siapapun, selama bertahun-tahun.
second_hand_of_time: ga ada apa-apa kok. yang kayak biasa aja. postnya bentar lagi juga gw publish.translucent_water: belom selesai?second_hand_of_time: belom lah. lo ajak ngobrol gw...translucent_water: sowreywtranslucent_water: kawlayw uwdayw sewlewsayw awkuyw bowleyw bawcayw yawyh? :DBayu sudah kembali rileks. Dia sudah kembali ke penggunaan 'aku' sebagai kata ganti orang pertama. Bukannya Kayla tidak suka ada yang peduli padanya, tapi kadang kepedulian malah membuatnya muak. Bayu lumayan mengerti soal hal itu, karena itulah alih-alih membombardir Kayla dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat tidak nyaman, ia meminta izin untuk membaca blogpostnya setelah dipublish. Bukan berarti Bayu harus meminta izin; Kayla sudah memperbolehkannya, dan memberitahunya semua alamat blog yang dimilikinya. Kayla tersenyum kecil lagi, mood Bayu seringkali mempengaruhinya. Especially his playfullness, yeah.
second_hand_of_time: bayuu...second_hand_of_time: :-wtranslucent_water: :Dtranslucent_water: kalau udah selesai aku boleh baca ya?second_hand_of_time: suresecond_hand_of_time: gw selesein dulu, terus off ya. tidur lagi :Dsecond_hand_of_time: praktikum soresecond_hand_of_time: ...second_hand_of_time: btw, ngapain jam segini on, bang? *lirik jam* masih jam 2 pagi loh... Biasanya kan situ bangun jam 8 paling pagi.translucent_water: :Dtranslucent_water: di LA jam 11 siang, mbaktranslucent_water: off sanatranslucent_water: cya >:D<second_hand_of_time: oiyah ^^asecond_hand_of_time: c'yah >:D<second_hand_of_time has signed out. (11/3/2008 2:07 AM)Kayla cepat-cepat sign out dari mesengernya. Kalau tetap menyala, meskipun sudah saling berpamitan, biasanya Bayu selalu bisa membuatnya menulis lagi, lalu sepuluh menit kemudian sadar bahwa ia seharusnya off dan melanjutkan menulis blognya, dan berpamitan lagi. Dan kemudian Bayu akan bertanya sesuatu lagi yang akan membuatnya membalas lagi. Begitu seterusnya. Jadi sign out adalah solusi terbaik, kalau ia ingin apapun yang dikerjakannya selesai. Kembali ke halaman bloggernya, Kayla melanjutkan menulis.
Aku baru saja bangun, dan gelisah karenanya. Eh, bukan hal baru ya. Tapi tetap saja, hal berulang belum tentu membuatmu terbiasa, dan belum tentu bisa membuatmu mengambil keputusan atau bertindak bijak. Atau paling tidak membuatmu bisa mengabaikan repetisi itu. Tidak, aku tetap kesal karena tak bisa mengingat apapun ketika aku bangun. Lagi. Eh, ingat sesatu yang berarti, maksudnya. Aku memang ingat soal angin meniup rambutku, tapi kalau cuma itu aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa. Padahal aku yakin kalau aku bermimpi mengenai sesuatu yang penting, atau menarik. Dan yang membuatku semakin kesal dan penasaran adalah perasaan tertekan dan merana yang menyertainya... Tertekan tanpa sebab benar-benar membuatku gila!
Tapi yah, sefrustasi apapun aku, sepenasaran apapun, hanya dengan berteriak-teriak dan menyatakan diri gila tidak akan membawaku kemana-mana. Tidak akan menjelaskan perasaan tertekan dan meranaku. Sudahlah, bahkan saat inipun ketika sedang menulis perasaan itu dengan cepat memudar. Apalagi baru saja aku bertukar salam dengan Bayu, yang tumben-tumbennya online di jam dua pagi begini. Yeah, dia bilang di LA jam sebelas siang, tapi di sini kan jam dua…
Let’s just cut this entry right here. Bingung mau nulis apa lagi :D. Yang penting setelah menulis perasaan jadi lega. Dan semoga saja mimpi-mimpi terlupakan itu tak datang lagi, biarpun aku yakin justru sebaliknya. Soalnya sejak lima tahun lalu mereka masih setia menemaniku...
Laters!
Kayla memandang layar laptopnya, sesekali menggunakan scroll mousenya untuk memeriksa tulisannya apakah sudah mantap atau belum. Diarahkannya pointer ke tombol publish, namun gerakannya berhenti di situ. Kayla merengut sejenak, lalu menggigit bibir. Apakah ia akan mem-publish post yang ini di blognya yang sering di kunjungi orang? Blog defaultnya? Merenung, Kayla menggelengkan kepalanya pelan. Tidak, ia akan mem-postnya di blognya yang lebih pribadi.
Dengan sedikit gerakan cepat mousenya, tulisannya berpindah, dari kotak isian new post di blog publiknya ke blog pribadinya, dan dalam hitungan detik post itu sudah dipublish dengan sukses. Kayla memandang layar komputernya dengan mata bersinar—hasil pantulan cahaya lampu—selama beberapa detik, kemudian menekan beberapa tombol untuk memutuskan koneksi internetnya dan mematikan laptopnya. Ia beranjak dari kursinya, dan mematikan lampu, tertatih-tatih dalam gelap menuju ke tempat tidurnya untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.